Kantor sebagai Warnet Gratis

▒ Lama baca 2 menit

PILIH MANA: DIBATASI ATAU DIBEBASKAN? :D

peringatan

Soal lama. Kadang diperlakukan sebagai pasal tahu sama tahu. Boy Avianto mengingatkan lagi, dan kita tinggal menunggu sambungannya. Tanggapan menarik datang dari Priyadi: “Allow free access policy to all, but publish every single employees activities.” Ini lebih edukatif. :D

Fasilitas internet di kantor itu serupa dengan telepon, faksimili, mobil, motor, dan apa pun yang milik kantor. Ada aturan pakainya. Maka jangan keburu teriak-teriak soal perlindungan privasi.

Tapi kalau bos mengirim orang untuk memeriksa komputer pribadi dan riwayat akses anak buah di rumahnya, padahal itu semua dilakukan oleh karyawan dengan biaya pribadi, segera kontaklah pengacara.

Sebuah perusahaan yang longgar dalam memberikan akses internet bagi karyawannya punya cara jitu untuk bikin kapok. Kalau seorang pengguna keseringan melongok dan mengunduh gambar indah maka tiba-tiba browser-nya hanya berisi permintaan agar melapor ke atasannya agar diteruskan ke bagian TI.

Melapor, meskipun ditanggapi dengan canda (“Emang lu buka apa aja?”), jelas bikin malu. Apalagi kalau kasusnya dilaporkan ke juragan.

Memang ada sejumlah jalan memutar untuk mengakses ini dan itu. Tapi lama-lama toh ketahuan juga. Dan ujung-ujungnya dipermalukan. Kayaknya saran Priyadi oke juga.

Maka kepada seorang mbak ahli hukum saya meminta agar links yang saya kirim jangan langsung dibuka. Hubungi dulu manajer TI. Si Mbak sudah tahu apa isinya, tapi bisa jadi URL-nya termasuk yang diharamkan di kantornya.

Saya waktu itu mengirim contoh disklaimer situs dewasa yang menolak pornografi anak-anak, bestialisme, dan penyimpangan lainnya, berikut rujukan mereka ke asosiasi situs hiburan dewasa.

Bagaimana dengan chatting, milis hobi, transaksi online, unduh lagu dan video, dan… aha… ngeblog (dapat iklan pula) di kantor?

Berdiskusi di tempat Avianto dan menanya Priyadi, serta blogger lain, tentu lebih mengasyikkan. Mereka punya sejumlah data, dan anekdot, tentang “produktivitas setelah ada internet”. Nukman Luthfie khatam soal ini. :)

Seseorang bilang, sekarang ini buang waktu dengan ngobrol dan bercanda di kantor itu makin sedikit — kecuali pagi, jam makan, dan menjelang pulang. Teman sebelah meja diare gawat dia nggak tahu, tapi teman chatting di Honiara atau Lilongwe telat gaji dia ngerti.

Setiap karyawan, termasuk sekretaris, asyik dengan headset, gadget, dan komputer masing-masing. Ketika internet tiba-tiba ngadat, apalagi listrik padam, dan sumpah serapah sudah reda (dengan theme song keren: “Kerjaan Jadi Terganggu Nih!”), tiba-tiba orang menjadi lebih guyub. Ngobrol. Ada juga sih yang diam, berusaha tidur, karena bete. :P

Kantor di ruko apek suram nggak masalah, yang penting bandwidth berlimpah — dan nggak ada pembatasan (bahkan hari libur boleh masuk). Itu kata seorang pencari kerja. :D

dapat email

NB:
Selamat hari Senin. Selamat bekerja lagi. Selamat meramaikan lalu-lintas internet yang sempat surut karena libur. :D

Tinggalkan Balasan