Pusing oleh Kartu Penjejal Dompet?

▒ Lama baca < 1 menit

ADA SOLUSI YANG PALING PRAKTIS.

Bersyukurlah jika Anda termasuk pria bersahaja. Dompet cuma berisi uang secukupnya, KTP, SIM, dan kartu ATM. Jika dompet Anda kian tebal dan menebal karena terlalu banyak struk, voucher, dan aneka kartu (termasuk kartu nama orang lain), maka Anda termasuk pria ribet.

Dari sejumlah kartu diskon dan keanggotaan (dari koperasi sampai gym) yang ada di dompet itu, manakah yang sering Anda pakai? Jika Anda jarang memakainya sebaiknya disimpan di laci dasbor atau tas.

Pria kota besar makin aneh. Dompetnya makin tebal, dengan kartu berjejal. Ketika dompet dimasukkan ke saku belakang celana hanya akan mengganggu karena ada perasaan terganjal. Dari segi penampilan, pantat menggembung padat hanya di sebelah saja.

Kartu-kartu itu kadang merupakan keharusan. Tapi tak jarang datang begitu saja sebagai komplimentari. Pasar swalayan memberikan. Toko perkakas mengirimkan. Operator selular menyediakan. Bengkel mempersembahkan. Dan masih banyak lagi. Iming-imingnya sama: diskon dan layanan khusus.

Padahal tempat mana saja yang memberikan diskon itu sulit dihapal. Jika Anda membawa buklet daftar resto, hotel, bengkel, apotek, dan entah apa lagi, maka dompet sebaiknya Anda ganti tas tangan.

Kalau gadget bisa memanfaatkan push maupun pull untuk mengetahui layanan terdekat, adakah jaminan bahwa cukup dengan satu langkah dapat informasi yang tepat dan andal, tanpa scrolling maupun pilih menu? Entahlah. Ketika baterai habis, atau gadget nyemplung got, dunia serasa kiamat.

Dari segi akal pedagang dan nafsu kemaruk konsumen, segala tawaran itu memang menarik. Tapi ketika simpul pemanfaatan ada pada kartu itu sama saja melanggar prinsip kepraktisan.

Pergeseran gaya hidup, bahwa lelaki juga sering (baca: gemar) berbelanja — termasuk untuk kebutuhan domestik — telah menjadikan dompet mereka tidak simpel lagi. Hanya lelaki supermapan yang dompetnya tak berkantong banyak, bahkan tak pernah bawa KTP dan SIM, karena semua urusan ada yang menangani.

Mestinya ada cara yang lebih praktis dengan memanfaatkan, misalnya, ponsel. Tapi ini pun akan bikin ribet kalau setiap akan memanfaatkan harus kirim SMS agar dapat nomor kode.

Cukup tunjukkan KTP, meskipun kurang keren, kayaknya praktis. Tapi yang lebih praktis ya sidik jari (ada sidik utama, ada sidik cadangan). Itu lebih praktis, dan lebih sopan, ketimbang mensyaratkan tato barcode di lengan. Lebih manusiawi daripada menanamkan chip ke dalam tubuh — kayak endangered species saja.

Adakah yang paling praktis? Tak usah ikut keanggotaan ini dan itu. Abaikan semua iming-iming diskon dan layanan khusus. Sederhana. Gampang. Sama simpelnya dengan priyagung supermapan.

Tinggalkan Balasan