DIBAJAK OGAH, MEMBAJAK AYOH AJA. :D
Kemarin saya minta izin kepada seorang musisi Indonesia yang hebat untuk membajak karyanya. Kalau sudah mendapatkan rekaman asli milik seorang teman, saya akan memindahkan album keluaran hampir 30 tahun lalu itu ke CD untuk kepentingan pribadi. Buat klangenan sekaligus memperdengarkannya kepada anak-anak saya.
Terpaksa akan saya lakukan itu karena album tersebut tak kunjung dirilis ulang oleh label. Meminta izin ke juragan label untuk membajak, selain tulus dan naif, sama saja cari masalah. Untunglah sang musisi, yang blogger itu, mengizinkan. Kayaknya sih tanpa menanya pengacara maupun manajernya. ;)
Tentang bajak-membajak, jujur saja, kita dalam posisi “tahu sama tahu”. Teknologinya memungkinkan, jadi kenapa tidak?
Pengonversian audio analog ke MP3, yang termasuk duplikasi “by any means“, kita lakukan dengan riang, bahkan menyebarkannya tanpa bayar royalti.
Peranti lunak jenis “kriuk-kriuk” (pakai cracks) kita instal ke komputer pribadi (dan kadang komputer kantor). Ini, lagi-lagi, jenis urusan tahu sama tahu. Sudahlah, jangan didiskusikan. Kok kayak menanya orang apakah pernah masturbasi, atau sering petting kalau pacaran. Selain nggak penting juga cuma bikin jengah bersama.
Banyak dalih untuk membajak karya intelektual. Untuk CD audio, misalnya, “Mau tahu kayak apa, kalau cocok baru beli yang asli.” Setelah makin banyak toko CD membolehkan pencobaan CD tersegel, alasan ini jadi mentah.
Bisa juga alasannya sopan tapi diskriminatif, “Kalo CD luar, gue tega ngopi, kan artisnya udah kaya, labelnya juga. Kalo CD dalam negeri, gue nggak tega.”
Jika alasannya hanya karena si musisi sudah kaya, punya rumah mewah di Pondok Indah, atau mukim di apartemen Da Vinci, padahal mereka orang Indonesia, maka konsistensi alasan bisa ditagih.
Bagaimana jika musisinya Indonesia, tapi label dan distributornya di luar, celakanya itu CD susah didapat di Indonesia? Ah, hidup ini selalu mengajarkan ilmu berkilah. Apalagi untuk urusan yang tahu sama tahu.
Untuk peranti lunak komputer, seorang bos jaringan penerbitan komputer asing, yang juga mendistribusikan software, pernah heran ketika mendapati popularitas Adobe Photoshop.
“Ini alat buat profesional, bukan buat orang awam. Lagian mahal, kan?” tanyanya.
Yang ditanya, orang Indonesia, enteng saja bilang, “Lha wong harga CD Photoshop CS bajakan itu sama dengan PhotoImpact, PhotoPaint, atau PaintShop Pro bajakan. Cuma dua dollar Amrik. Orang tetap milih Photoshop tanpa mau tahu itu melebihi kebutuhannya.”
Si Mister cuma garuk-garuk kepala, “Two dollars? Phew!” Si Indonesia meledeknya sebagai sikap pura-pura tidak tahu. Si Mister pun menolak ketika diajak belanja ke Mangga Dua untuk membuktikan. Dia takut kepergok berada di tempat itu. Mungkin takut terintip orang BSA. :D
Untuk urusan tahu sama tahu ini, sebagian besar dari kita punya sikap yang sama: kurang rela kalau karya kita, termasuk tulisan di blog, dibajak oleh orang lain, apalagi buat cari uang.
Yang ini tadi juga urusan tahu sama tahu kan? :D
Orang Jawa punya pengingat yang membingungkan, “Ngono ya ngono ning aja ngono.” Gitu ya gitu tapi jangan gitu. Sangat Smurf (duh kuno banget).