Sekian Hari Raya, Sekian Kali Ditanya

▒ Lama baca 2 menit

BIASA, SOAL JODOH. INILAH KEREPOTAN JOMBLO.

peringatan untuk tamu

“Calonnya mana?” begitu biasanya terlontar pertanyaan dari pihak yang merasa tua, dan merasa berhak menagih, saat berkumpul dalam Lebaran.

Hari raya — Lebaran maupun Natal dan lainnya — adalah saat bersilaturahmi antarkeluarga. Sudah biasa bila saling menanya kabar, dari pekerjaan sampai kesehatan.

Untuk yang tua, di atas 40, tambahan pertanyaan adalah soal kesehatan, dari tensi sampai gula dan asam urat. Kalau masih 21 ditanya soal itu biasanya malah memicu adrenalin dan membangkitkan tensi, “Emang aku udah seuzur Oom?”

Untuk yang muda, atau agak tua tapi masih lajang, pertanyaan default adalah, itu tadi, “Calonnya mana?” Ternyata bukan calon bupati atau calon gubernur, melainkan (terutama) calon suami.

Maka terbuktilah ujaran gombal tapi bijak: kerepotan utama orang lajang adalah mengurusi orang lain yang sok repot, sok peduli, padahal yang bersangkutan adem ayem saja.

Jawabannya bisa senyum, bisa bercanda (“Cariin dong, Budhe!” — ada seriusnya juga sih), bisa kecut dan ketus (“Udah dapet tapi aku lepasin lagi!” — emang ayam?), bisa juga santai semaunya. Misalnya, “Lagi shooting, Tante…!” atau “Lagi rekaman tuh…”

Barulah di dapur terlontar catatan kaki dalam cekikikan. “Shooting film dokumenter primata, tapi lagi butuh beruk yang bawel dan wants to know mulu.” Juga, “Lagi rekaman di kantor polisi…”

Hari raya dan tunjukkan pasangan, mungkin melegakan, mungkin menyesakkan. Beda orang beda pandangan — tepatnya: beda nasib, beda azab.

Ada yang nrimo, dijalani saja menjadi pajangan buat ditonton tetamu di rumah calon mertua — dan sesekali ditanya hal sama sehingga terpikir untuk menyiapkan siaran pers.

Ada yang gelisah. Mau keluar mengajak pacar nggak bisa. Mau terus duduk bareng keluarga besar kok nggak nyambung karena orang-orang itu biasanya asyik memperbincangkan dunianya sendiri, tapi begitu si calon beringsut bakal disergah, “Mau ke mana kamu? Ayo, sini ngobrol!” Harapan terakhir adalah munculnya panggilan penyelamat dari para keponakan mungil, “Oom/Tante sini dong… seru nih!”

Maksud para sepuh bukan ngobrol tapi menyimak, duduk manis (atau duduk pasrah di atas kursi listrik), dan setiap kali menyetel ekspresi dongo sebagai protes maka kekasih akan menggamit sebagai pengganti kata, “Sabar sayang, cuma setahun sekali kok…”

Di sisi lain, soal calon pasangan atau apalah namanya, bagi paman-paman dan bibi-bibi yang lupa usia adalah pertanda keponakan sudah dewasa. Good news yang tak ditagih, hanya dibatin.

Si Thole yang rasanya baru kemarin diajak main layangan tiba-tiba sudah memperkenalkan ceweknya, “Nah ini Non, tanteku yang kemayu itu…”

Si Bawuk yang rasanya baru bulan lalu merengek dibelikan Barbie tiba-tiba sudah memperkenalkan, “Oom, ini temenku, namanya Mas Gantengtapibingungan. Jinak kok Oom, nggak nggigit.”

Oom dan tante yang budiman dan budiwati sebaiknya tak usah menanya keponakan yang masih jomblo. Bukankah di masa mudanya mereka juga kesal jika ditanya soal itu?

Perkecualian berlaku oom yang di masa mudanya memang membingungkan. Setiap hari raya selalu memperkenalkan wajah baru yang ngelendot manja. Juga untuk tante yang di masa belianya piawai menggaet bibit unggul, bahkan sebelum hari raya berulang sudah berganti gandengan tiga kali.

Selamat bereuni selama hari raya!

Tinggalkan Balasan