Tukang sol ini berkeliling dari kompleks ke kompleks. Aku amati kebanyakan pasiennya adalah perempuan. Apa karena sepatu perempuan gampang rusak? Sepatu mereka lebih banyak daripada pria, jadi mestinya lebih gampang memensiun si alas kaki.
Bisa juga persoalannya fashion. Kebanyakan sepatu wanita nggak dirancang sebagai walking shoes, padahal umumnya busana wanita kerja menuntut sepatu yang sesuai. Kalau pria sih bisa cuek. Seorang direktur kayak Totot, misalnya, bisa pakai setelan hitam-hitam (baju ala Nehru) tapi pakai sneakers.
Entah siapa pernah bilang, “Berbahagialah wanita kerja yang naik mobil dari carport, turun di lobi kantor. Sepatunya akan awet.” Huh!
6 Comments
Luar biasa daya ingat paman π
Betul paman, saat itu sebutannya adalah “sepatu olahraga” (bukan “sepatu lari” seperti yang saya sebutkan).
Batik dan jeans SMA Katolik itu juga patut diacungi jempol, karena mendahului jamannya π. Kalau boleh memelihara rambut gondrong jika nilai bagus memang saya dengar pada saat itu. Hanya saja kedua hal tersebut tidak ada pengaruhnya terhadap saya – yang saat itu tidak bersekolah di SMA Katolik, terlebih nilai hanya pasΒ²an π’
Salam sehat paman π
Selamat pagi Paman..
Ijin jalan-jalan di postingan lamanya paman..
Tahun 2007 penggunaan sneakers seingat saya tidak atau belum umum dipakai pegawai “kantoran” dengan celana formal dan kemeja.
Sekarang sudah biasa ya paman, pekerja “kantoran” menggunakan sneakers sehari-hari.
Bahkan sneakers biasa dipadukan dengan setelan jas – saya beberapa kali melihat di televisi pembawa acara dengan setelan jas dan sneakers putih (dulu seingat saya padanan setelan jas adalah sepatu kulit).
Seingat saya duluuuuu sekali, batik pun tidak disarankan untuk dipadukan dengan jas (atau jangan-jangan ingatan saya yang mulai memudar? :-D)
Maaf, maksud saya : Seingat saya duluuuuu sekali, batik pun tidak disarankan untuk dipadukan dengan jeans
Halo Wiwied!
Betul, saat itu sneakers belum dipadupadankan dengan busana formal.
Juga betul, baju batik dengan jeans waktu itu dianggapnya janggal, apalagi baju batik lengan panjang dengan celana halus plus sneaker.
Baju batik dan jeans, dulu pernah saya tulis, identik dengan baju sekolahnya SMA Katolik π
Terimakasih paman atas konfirmasinya, ingatan saya belum terlalu memudar ternyata π
Baju batik dan jeans identik dengan baju sekolah SMA Katolik ini sesudah atau sebelum trend paman?
Sneakers dengan baju formal (wanita) pernah menjadi baju wajib sementara di tahun 98 -setelah kerusuhan- di kantor tempat saya bekerja paman, jadi sebelum trend π – tapi pada saat itu menurut saya jadi terlihat “tidak biasa”.
Kantor itu sebagian besar pegawainya adalah keturunan – yang menjadi sasaran kerusuhan saat itu.
Pakaian kerja wanita pada saat itu sebetulnya adalah rok (tidak boleh celana panjang) dan menggunakan blazer, sementara pakaian pria -selain office boy & messenger- adalah celana panjang, kemeja dan harus menggunakan dasi (seingat saya hampir semua menggunakan kemeja lengan panjang).
Untuk sepatu saya tidak ingat persis peraturannya harus menggunakan jenis apa -kemungkinan sepatu formal karena saya menggunakannya- tapi yang pasti sneakers jelas “terlarang”.
Beberapa hari setelah kerusuhan, ada memo dari perusahaan yang menghimbau pekerja wanita untuk menggunakan bawahan celana panjang (yang sebelumnya terlarang) , atasan tetap dengan blazer dan sepatu “lari”.
Kantor itu, yang berada di jalan MT Haryono, Jakarta, memang sempat terkena dampak kerusuhan, sehingga beberapa waktu kemudian diadakan simulasi apa yang harus dilakukan karyawan jika terjadi kerusuhan lagi.
Sneakers dan celana panjang itu untuk memudahkan pekerja wanita pada saat evakuasi.
Diskusi yang mencerahkan ππ
1. Batik dan jeans SMA Katolik sudah lama, sebelum musim batik lengan pendek, jeans, sneakers. Kadang plus rambut gondrong jika semua pelajaran minimum delapan, masih berlaku sampai sekarang.
2. Sneakers mode lagi, bukan untuk olahraga, dan boleh berjodoh dengan busana formal baru sekitar sepuluh tahunan. Sebelumnya, abad lalu, memang ada setelan sneakers putih dan has yang disebut jacket, tetapi di Indonesia kurang bergema
3. Dulu sebutan untuk sneakers adalah “sepatu ket(s)”, padahal jenama Keds sebelum 1990 kurang dikenal di Indonesia, dan “sepatu olahraga”, sehingga sneakers identik dengan olahraga.
3. Pascakerusuhan Mei 1998 beberapa kantor memang menganjurkan pantofel sol rendah, tepatnya slip on, serta sneakers. Terutama kantor yang berada di area kerusuhan.