KAOS (SOK) LUCU KAGAK ADE MATINYE!
Kaos hitam bertuliskan “Almarhum”, yang dipakai anak band awal 80-an (Harry Roesli, Faris R.M.), beberapa tahun lalu muncul lagi. Selalu ada cara melucu dengan kaos.
Kemarin saya menerima hadiah kaos yang temanya cocok untuk saya. Sebagai bekas penarik becak, dan punya tampang Jampang (jorok ampe pangling), produk Ojie Oblong ini adalah hadiah yang tepat.
Sejak kapan Indonesia mengenal kaos lucu bikinan lokal? Sungguh sayang, setahu saya belum ada buku yang membahasnya.
Jawaban paling gampang, kita mengenal kaos lucu setelah konveksi rumahan berkembang, tak hanya melayani penjahitan dan penyablonan kaos seragam voli.
Kapan itu? Mungkin tahun 70-an. Pada 1977, sekelompok aktivis membuat kaos putih bergambar wajah Ali Sadikin dalam line art sebagai calon presiden. Saya lupa teksnya, mungkin “Why not the Best” meniru kampanye Jimmy Carter.
Gerakan moral itu bagi saya nakal, karena jelas meledek rezim saat itu. Rezim yang mensyaratkan calon presiden harus pernah jadi presiden.
Bang Ali, setelah menyelesaikan tugas sebagai gubernur DKI, dianggap sebagai figur merakyat dan bervisi.
Saya tak tahu apakah Golput pada Pemilu 71 juga membuat kaos. Kalau ada berarti itu kaos lucu. Yang saya tahu, golput juga membuat poster, bersanding dengan sepuluh partai kontestan pra-fusi. Saya melihatnya didekat Lapangan Banteng, yang saat itu masih jadi terminal bus.
Kaos lucu bukan sablon, tapi masih tergolong printed (bukan coretan spidol), seingat saya muncul pada 1974. Saat itu untuk pertama kalinya majalah Aktuil (Bandung) membonuskan “gambar setrika” (transfer paper bergambar) berupa huruf A sampai Z lantas dikonteskan.
Pembaca pada menata kalimat di pemukaan kaos lantas memotretnya dan dikirim ke redaksi. Yang menang adalah kaos bertuliskan “Minggir! Tuan Besar mau lewat!” Garing juga.
Setelah kontes itu mengalirlah bonus demi bonus gambar setrika. Sebagian berdesain lucu. Pakde Totot mungkin juga mengalami. Begitu pula bloggers lain yang berusia di atas 40. Kaos polos menjadi kebutuhan. Bahkan sarung bantal putih pun saya cap gambar setrika. Misalnya “Welcome to My Nightmare“. Ada pula pelesetan logo Coke: “Colang-Caling is the Real Thing” (awal 90-an, muncul lagi sebagai kaos dari Bandung).
Harap dimaklumi, saat itu Aktuil menjadi bacaan wajib remaja dan anak-anak ingusan yang tak sabar jadi besar (seperti saya). Tidak baca Aktuil berarti ndesit-mebo-udik-katro. Begitulah snobisme orang PD saat itu.
Setelah Aktuil dan lainnya, koperasi kampus menjual kaos lucu –. sebagian bertema politik. UGM bikin “The Best Things in the World are Free“. Maklum, waktu itu zaman penindasan. NKK/BKK mulai diberlakukan. Dosen kritis dipinggirkan.
Tentu kaos lucu kampus yang saya maksud berbeda dari kaos lansiran majalah Q dan sejenisnya, yang mengoper gaya komik Barat dengan tema-tema remaja gaul ala Snoopy. Juga berbeda dari kaos kuminggris yang dijual di toko dan pasar.
Lantas kaos lucu menjadi biasa, datar, jarang yang mengejutkan. Untung muncul Tony Tantra yang jual kaos di Bakungsari, Kuta, akhir 80-an. Tony ini, bersama Harris Purnama dan Gendut Riyanto (almarhum), dulunya pengisi rubrik pop art di Aktuil dengan editor tamu Jim Supangkat.
Kaos Tony eksklusif dan mahal. Lantas awal 90-an menyodoklah Dagadu, yang didirikan oleh sekelompok mahasiswa arsitektur Yogya. Harga produk lebih terjangkau, humornya lebih dipahami oleh awam.
Demikian seterusnya muncul merek lain, dari Dadung (Sala? Klaten), Kimpling (Yogya), dan saya lupa namanya tapi ingat simbolnya domino yang bikinan Malang itu.
Bersama beberapa teman, saya ikut kaos Kambing Hitam, 1996. Isinya? Dagelan politik meledek rezim. Desain saya antara lain “PLTN Park (the proposed nuclear power plant): an Indonesian Bad Dream“, bergambar jerangkong. Ada juga kaos yang bergambar tata letak koran “Suara P(em)ilu”, dengan headline sinis-lucu, untuk meledek Pemilu 97 — pemilu yang beragenda tunggal melanggengkan tahta presiden.
Apakah semua kaos itu lucu, bergantung pada selera pembuat dan pemakai. Sekarang pilihan lebih banyak. Di distro banyak kaos yang kocak. Tak puas berdistro silakan ber-indie-ria secara individual, cuma bikin satu kaos buat dipakai sendiri. Ya, seperti Dhani Ahmad bikin “Anti Golkar”.free sexual moviessnuff movies freeorgasm movies free squirtingmovies strapon anal freefree teen anal moviesmovies titty freemovies sex tranny freesamples upskirt movie free Map