KEMULIAAN KITA BELUM TENGGELAM.
Tidak. Saya tidak mengatakan banjir itu baik. Banjir itu buruk. Tapi seperti halnya Anda, dalam musibah saya mendapati sisi baik manusia. Sesuatu yang tersimpan akhirnya tergali, sesuai batas kemampuan maupun plafon kesempatan.
Dalam lingkup kecil, genangan di kompleks menjadikan saya berkomunikasi dengan tetangga, misalnya lebih tahu pekerjaan mereka. Ini sepele, tapi dalam keseharian kami kekurangan waktu untuk berhandai-handai selain berhai-hai dan saling angguk.
Tiba-tiba saya ingat teman lama yang hampir tujuh tahun tak berjumpa pun berhalo-halo. Saya menawarkan bantuan sejauh saya mampu, yang tentu saja cemen dan tidak heroik.
Itu baru dari sisi saya. Cuma sepotong. Setiap orang melakukannya. Tapi yang saya tuai lebih banyak lagi. Banyak orang menanyakan kabar saya. Lebih banyak orang yang menabur kebaikan kepada saya ketimbang sebaliknya.
Selain itu, dalam situasi sulit kadang kita diandalkan padahal kita tak mampu. Seorang bos PR agency mengontak saya, apakah bisa membantu sebuah perusahaan makanan siap saji yang sudah menyediakan bantuan tapi tak punya pasukan untuk mendistribusikannya.
Saya tak sanggup, tapi ada teman saya yang punya hubungan baik dengan poskonya para off-roader yang mobilnya lebih siap mengarungi genangan. Kepada merekalah saya berharap.
Dalam musibah, jalinan temali sosial terpanggil dan menunjukkan kekuatannya. Kita percaya setiap orang punya kehirauan dan mau berbuat, sekecil apa pun, tanpa memandang latar belakang yang sedang berkesusahan.
Kita percaya kepada sisi baik dalam setiap manusia, sambil geleng-geleng dan mengelus dada setiap mendengar ada saja orang yang tega ambil kesempatan dikarenakan tamak yang berlebihan — apalagi hukum pasar menoleransi.