KAMERA KUACI LAWAS: TIDAK MAKSIMAL, TAPI LUMAYAN.
Mestinya Benny Chandra, Blonthank, dan Windede yang ngajari bloggers lain soal ini. Tapi baiklah, saya jadi pengetuk pintu saja, sekalian menjawab sejumlah penanya soal pemoretan gowok.
Sederhana saja kok. Cuma pakai kamera kuaci 3,2 Megapixel. Tidak pakai ministudio berbahan kardus TV. Saya memotretnya di dua tempat: pasar dan rumah.
Yang di rumah saya lakukan di teras. Butiran gowok saya letakkan di atas kertas HVS kuarto. Kertas saya dudukkan supaya menjadi backdrop dengan lengkungan L.
Lengkungan bersudut lunak itu saya perlukan untuk menghindari sudut tegas pembatas “dinding” dan “lantai” berbahan kertas agar cahaya agak merata.
Sumber cahaya cukup seadanya. Tentu ada kekurangannya. Kalau ada awan atau orang melintas maka tingkat keterangan cahaya akan berubah, dan itu akan memengaruhi kilau benda maupun bayangannya. Hanya di studio cahaya bisa kita kontrol.
Kadang kertas saya geser posisinya supaya mendapatkan cahaya yang pas. Untuk mengurangi kontras bayangan, saya gunakan koran sebagai reflektor.
Bagaimana mendapatkan warna putih yang agak wajar, yah kudu menyetel white balance pada kamera saku. Selebihnya, apa boleh buat, saya koreksi di Photoshop.
Pemfokusan? Kamera kuaci anak saya punya keterbatasan karena keluaran lama di kelasnya. Kalau Anda pakai kamera kuaci keluaran sekarang, pemfokusan secara makro lebih mudah. Apalagi kalau Anda pakai kelas prosumer dan… SLR dengan lensa khusus.
Tapi untuk sekadar ilustrasi blog, jepretan si kuaci lumayanlah. Percayalah. Cobalah.
Atau kopdar bloggers mendatang juga berisi photo workshop gratis? Ah nggak asyik. Enakan makan, ngobrol dan ngerasanin orang — plus saling ledek.