Mobil polisi itu melintang di Jalan Tol Jagorawi. Menyetop pelintas dari arah selatan. Pagi selewat setengah enam, pada awal pekan, begitulah yang kerap terulang. Biasanya akan lewat rombongan belasan mobil. Orang bilang itu konvoi dari Cikeas, Bogor. Entah siapa yang mereka maksudkan karena warga Cikeas yang bermobil tak hanya seorang.
Saya pun tak mau cari setori dengan berdiri di sudut yang tepat lantas memotret inti rombongan yang dikawal mobil-mobil dengan lampu rotator tapi tanpa sirene meraung-raung itu. Lagi pula gambarnya bakal kabur, ngapain juga kan? Mereka bergerak cepat, tanpa kebisingan, dalam pagi gelap.
Dulu ada orang penting, yang belakangan selalu dikabarkan gering dan pikun, tapi bisa cengengesan dan keluyuran. Si orang penting itu, semasa jadi orang superpenting, bisa melenggang ke mana pun secara lancar jaya.
Orang lain, bukan kaum penting, boleh dihambat. Maka ketika akan naik jembatan penyeberangan pun mereka akan disetop orang-orang berseragam maupun tanpa seragam.
Ketika, misalnya, si superpenting sedang membual di gedung berkubah topi baja kembar, maka orang tak penting sebaiknya jangan cari setori dengan membawa teropong, apalagi lensa sangat panjang, untuk melihat aktivitas tanpa hiruk-pikuk di atap-atap gedung tinggi sekitarnya.
Baiklah, keamanan adalah segalanya. Saya maklum. Bisa memahami. Sangat mengerti. Bahkan mendukung. Keselamatan satu orang menyangkut hajat hidup jutaan orang. Malah ratusan juta.
Tapi izinkanlah saya bertanya, tidak adakah cara yang lebih efisien dalam pengamanan? Tak soal inti konvoi itu orang Cikeas, atau Cimanggis, atau Citayam, tapi kalau kantornya ada di tengah Ibu Kota, sebaiknya pakai helikopter saja.
Bagi saya bukan kemewahan jika Tuan Penting pakai helikopter. Mau heli beli bekas, sewaan, atau pinjaman, asal tak mogok dalam perjalanan, bagi saya bagus adanya. Perjalanan dia lancar, tak butuh rombongan besar, dan tak mengganggu lalu lintas.
Di tengah kota ada tanah lapang yang keterjagaannya bagus. Ada atap-atap gedung berhelipad. Tirulah bos besar swasta dari Karawaci, Tangerang, yang menggunakan helikopter ke Jalan Sudirman, Jakarta.
Di Cikeas atau di mana gitulah, orang penting itu bisa menyewa kebon singkong atau lapangan untuk pendaratan helikopter. Dari sana kalau mau menuju rumah tinggal naik ojek. Kalau ketangkasan masih oke, boleh juga sesekali rappelling dari heli yang sedang hovering — sebuah kehumasan yang keren, mana sambil nyanyi “ada pelangeeee…” pula.
Eh, apa tadi, ojek? Lho cuma usul dan misal saja kok ndak boleh.
Halo Bung Kumis yang pernah dihujani ciuman dalam seminar sekretaris, dapatkah Anda meneruskan usul soal heli ini ke bos Anda? Salam untuk Taufik Savalas.
© Foto: baju heli oleh Sitting in Paradise; heli oleh Michael & Lori Johnson