APARAT TAK MAU BIKIN RAMBU, WARGA MELAKUKANNYA.
Ini soal lama, di banyak kota sudah mulai direvisi. “Belok kiri jalan terus” sudah menjadi “belok kiri langsung”. Dulu orang asing yang belajar bahasa Indonesia, seperti Nico Schulte Nordholt, dibingungkan oleh “katanya belok, kok terus?” dan menanyakannya kepada orangtua saya.
Kemarin malam di Kedoya, Jakarta Barat, saya baru sadar ada petunjuk lalu-lintas hasil swadaya entah oleh siapa. Setidaknya mengesankan swadaya, bukan hasil penulisan Dinas Perhubungan DKI.
Cuma berupa usapan kuas dengan kualitas tipografis tak beda dari grafiti. Tidak menggunakan cat pemantul cahaya standar rambu.
Tak apa, yang penting terbaca. Niat baik harus kita hargai. Bahwa tanda panahnya lurus, padahal sudah sangat dekat dengan tikungan, ya apa boleh bikin. Anggap saja itu visualisasi pesan “belok kiri jalan terus”.
Aparat mestinya malu, tak dapat memasang rambu yang tepat. Lantas warga mengoreksinya. Cukup dengan cat dan kuas. Semata demi kenyamanan dan keamanan jalan raya.
Setidaknya satu soal telah teratasi. Memangnya kalau rambu resmi bakal ditaati?
Itu soal yang lain lagi. Begitu banyak tikungan dan putaran U yang dimasuki secara mendadak, tanpa mengantre, oleh banyak pengendara mobil.
Mobil boleh sama-sama diasuransikan, tapi kalau kalah nyali sebaiknya mengalah saja. Tidak sedikit penyerobot yang justru menghardik si terserobot. Mereka buka jendela, mungkin melotot dari balik kacamata hitamnya, bukan megucap permisi melainkan, “Ngalah dikit napa sih?”
Jika mereka tak sendiri, karena di sampingnya ada wanita, teman saya menduga bakal muncul pujian, “Papa emang oke. Mama suka.” Atau: “Mas selalu bisa cari jalan.”
Kalau penumpangnya anak-anak? Teman saya berprasangka bakal muncul ungkapan, “Ayo Pa! Terus aja! Hajar! Sodok!”
Ah, tidak baik berprasangka. Yang penting selamat. Tepatnya: lolos dari kemungkinan kalah berkelahi di jalan umum.
Teman saya yang lain, karena benar, lagi bernyali, pun lupa usia, langsung menghajar awak angkutan umum di tengah kemacetan pagi, sampai lawan bertekuk lutut. Tapi istrinya malu.