ISTILAH LAWAS YANG DIHIDUPKAN LAGI UNTUK MEMPERBESAR PENIS.
Aneh juga, hari gini masih ada yang menggunakan “negro” ataupun ‘Negro” untuk merek dagang. Saya mendapatinya dalam iklan koran kota Non’Stop.
Oil Negro (atau Negro Oil?) mengklaim diri sebagai pembesar penis agar seukuran burungnya orang kulit hitam. Maksud saya hitam dari ras negroid, yang secara awam langsung dialamatkan kepada Afro-Amerika.
Saya paham bahwa kata negro berarti hitam saat masih bocah. Saya baca dari kemasan tinta Rotring hitam yang menyebut beberapa bahasa.
Makanya kemudian saya heran juga ada marga bule yang rangkap kata meski orangnya putih: Schwarzenegger (Lha, ngawur kan? Saya yang ngawur, bukan Pak Arnold). Nama yang mengingatkan saya pada simbol kolonialisme dalam tradisi sinterklas warisan Belanda, yaitu Zwarte Piet (Piet[er] Item) — tapi tak ada hubungannya dengan Pak Item (Tan Tjeng Bok).
Negro, dengan “N” maupun “n”, dalam perjalanan masa akhirnya dianggap merendahkan keturunan Afrika. Begitu pula dengan nigger — Badu (tanpa Erykah) pasti ingat Bruce Willis dipasangi karton manusia roti tumpuk bertuliskan “I hate negger” dalam Die Hard: with a Vengeance untuk memicu amarah orang hitam.
Kata Negro dan negro kemudian ditinggalkan oleh sebagian orang santun. Mungkin pergulatannya, dalam beberapa hal, mirip istilah “Cina” kontra “Tionghoa” atau “Tionghwa”, sementara “China” dan “Chinese” (dengan lafal Inggris) tak masalah. Yah, bahasa juga mencakup rasa dan sejarah.
Negro-menegro yang tak dianggap santun itu berbuntut pada pasta gigi Darkie yang kemudian berganti nama Darlie, diikuti pergantian wajah si lambang gigi putih. Terkabar merek lama itu muncul lagi.
Lalu singgahlah iklan minyak ajaib itu di mata saya. Negro dibawa-bawa. Mengaku punya paten pula. Apa nggak ditolak saat mengajukan hak paten?
Di luar soal peka rasial itu ya kesalahkaprahan. Memangnya kalau besar (banget) kenapa?
Mitos, sepanjang membahagiakan pemercayanya, dan tak mendatangkan derita bagi orang lain, mungkin bukan soal. Untuk soal ginian — maksud saya mitos “size does (not) matter” — Rudy Gunawan lebih khatam.
© Foto Darkie + Darlie: Dr. Val Kolpakov