↻ Lama baca < 1 menit ↬

JINS BERPADU PADAN KEMEJA BATIK, JUGA OYE KAN?

ki manteb sudarsono & spider-man di taman mini

Inilah Indonesia dalam potret miniatur: Dalang Ki Manteb Sudarsono (atau Sudharsono? Soedharsono?) berdampingan dengan Spider-Man.

Memang, Indonesia adalah sebuah adukan yang belum selesai. Kita ikut membentuknya dengan segala usul dan koreksi, bahkan pujian memabukkan dan makian menyakitkan, atas nama rasa memiliki, rasa sayang, rasa cinta, dan apalah.

Tentu sambil berdebat mana yang asli, mana yang asing, mana yang bisa ditaruh dalam wadah eklektik. Hasilnya adalah jins dengan kemeja batik gaya pantai tropis.

Di Taman Mini Indonesia Indah, warisan Nyonya Tien Suharto di Jakarta Timur itu, Ki Manteb yang oye dan Spidey yang menebar sawang telah terwadahkan.

tamini square jakarta timurPaparan kehadiran mereka terpampang di perempatan. Bagi pemilik bangunan maupun pelintas, bentangan baliho itu mengganggu facade. Tampang Tamini Square tertutupi.

Tapi jauh hari sejak dulu, sebelum ada bangunan anyar itu, baliho kelender acara sudah menegak di sana, melindungi tanah kosong berisi perdu. Lantas beton tertancapkan. McDonald’s Amrik dan Carrefour Prancis bertengger di atasnya.

Tak usah ditolak karena ini memang kebutuhan zaman: sebuah pusat perbelanjaan yang dapat diakses dari segala penjuru. Tak perlu ayunan langkah lelah untuk mencapainya sekeluar kita dari mobil angkutan umum.

Dalam debat tata kota toh bisa muncul alasan: bukankah TMII ada di pinggir kota, dan di sana tak ada pasar tradisional. Konsumen seperti saya lebih pragmatis: apapun yang bagus dan terjangkau, syukur tak bikin macet, itu baik adanya. Tentu sambil membatin: hidup adalah kompetisi modal kuat dan modal cekak.

Dalam peta kehadiran macam itulah Sasono Langen Budoyo menghadirkan Ki Manteb untuk meruwat sejumlah orang agar terhindar dari kesialan. Lantas Teater Imax menghadirkan superhero untuk memenuhi impian kanak-kanak komikal yang mendera anak kecil sampai orang tua bahwa ketidakadilan selalu bisa diatasi (sesaat).

Lah, kok jauh banget ngelanturnya? Desk kebudayaan koran saja boleh semaunya menafsir kehidupan, apalagi blog yang cuma kayak gini kan?

Omong-omong, kalau mau pesan ruwatan silakan ke sini. Mungkin ada yang bisa membantu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *