Kemarin saat cuaca cerah, pas tengah hari tatkala sinar surya sangat menyengat, saya malah bisa berjalan dalam keteduhan lorong nan lengas, melewati rumah-rumah yang lampu di dalamnya menyala.
Teduh karena ada ruas lorong yang dinaungi ujung atap rumah-rumah yang berhadapan. Tentu itu sebuah pilihan terpaksa di sebuah perkampungan padat. Tak semua lorong selalu terpapar matahari di luar tengah hari, kecuali ruas labirin melintang dari timur ke barat. Banyak rumah tak berjendela samping karena antartembok saling menempel. Ah, di kompleks perumahan juga jamak.
Sudah dua tiga tahun lorong itu memiliki drainase, yang berada di tengah gang, ditutupi oleh bidang beton yang dapat diangkat. Kebetulan kampung itu lebih rendah daripada jalan raya, namun lebih tinggi daripada kompleks di sebelahnya, sehingga air lebih mudah mengalir untuk lewat.
Permukiman padat, dengan labirin yang untuk berpapasan motor pun sulit, adalah potret urban. Warganya tahu bagaimana menjalani kehidupan, dari saat tempat tinggal menjadi rumah duka dan tahlilan maupun saat punya hajat pernikahan dan khitanan, sampai memasukkan material selama membangun rumah: ada saja bahan panjang yang harus dibawa secara tegak, terutama saat melewati tikungan. Setelah ada baja ringan pengganti kayu hal itu lebih mudah.
Juga tentu warganya tahu bagaimana mengurusi tangki septik padahal selang mobil tinja yang terparkir jauh tak mampu menjangkau tutup bak. Dalam lingkungan macam itu pula jika air tanah masih mereka percayai maka mereka punya sumur bor. Tetapi untuk air minum dan memasak, sebagian dari mereka membeli air dalam jeriken 20 liter yang dijajakan dalam gerobak panjang.
- GS = Gang Sempit (2010) | Jangan sembarangan berlagak turis, apalagi memotret, di kawasan kumuh dan padat yang terancam penggusuran. Mereka sensitif.