
Orang bilang tajuk rencana sebagai opini redaksi itu kuno, hanya tjotjok untuk koran cetak. Di media daring, semua konten tampak setara, apalagi jika pembaca dapat melakukan kustomisasi: hanya membaca konten yang dia inginkan. Nah, dalam situasi media macam itu, gaya Tajuk Rencana Kompas dari dulu tetap. Yakni berhati-hati, dingin, dan cenderung normatif dalam arti tak menggosok pembaca.

Akan tetapi Tajuk Rencana hari ini (Senin, 22/9/2025) menarik. Dengan pembahasan dingin, redaksi menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto tak melibatkan wapres dalam merombak kabinet pekan lalu itu konstitusional.
Memang bukan hal baru namun dalam percakapan di media sosial bisa ke mana-mana arahnya. Antara lain: wapres si siapa itu adalah orang yang tidak penting. Hmmm… itu soal tafsir dan posisi setiap orang dalam keberpihakan. Sah dalam demokrasi.
Juga sah jika para pencinta wapres membela diri mencari dalih. Kalau bapaknya si wapres sih sudah menjawab bahwa itu sepenuhnya kewenangan presiden sesuai konstitusi. Aneh juga wartawan secara door stepping menanyakan hal itu.

Lalu? Tajuk Rencana Kompas sudah mengingatkan soal kewenangan konstitusional pada paragraf awal. Namun terdapat perbedaan, dalam Tajuk Rencana versi aplikasi dan laman web ada penutup yang tak termuat dalam versi cetak. Padahal sebagai bottom line hal itu penting untuk pengingat, seperti orang mengakhiri pernyataan panjang. Hal yang tak ada dalam versi koran, mungkin karena keterbatasan tata letak, adalah:
Apakah Wapres Gibran atau pimpinan partai koalisi diajak bicara dalam perubahan itu? Sekali lagi, konstitusi hanya menyebut presiden yang berwenang menyusun kabinet. Semoga hak prerogatif itu digunakan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, bukan sekadar bagi-bagi kekuasaan.
Kalimat pertama dan kedua itu koentji. Mungkin Anda bertanya apakah hal sederhana macam itu layak masuk Tajuk Rencana? Setahu saya, biasanya sih redaksi punya alasan kuat, bahkan harus berdebat dalam rapat perencanaan sehari sebelum koran terbit.

8 Comments
Nang ning nung ning nang ning nung… Sesama nepo baby dilarang saling mendahului.. (kayak bus kota jadul) :D
Bukan nepo. Cuma punya bapak dan paklik yang baik hati.
Lha pancen si wapres si itu si dia orang nggak penting, kok!
Lha kok ada yang milih dia?
Kapusan.
Lho bukannya semua orang tahu kalo beli pare sekarung itu pasti pahit?
Jadi, si itu = pare? Mulo wonge ketok pait.
Ing atasipun kirang lancar krama inggil kok saget dados walkot 🫢🫣