Akhirnya saya temukan lagi cuitan di X bulan lalu tentang tangkapan layar Google Street View tentang sebuah bangunan selama sepuluh tahun, sejak 2015 sampai dengan 2025, namun gambar 2019 tak tesertakan. Hanya gambar diam, tetapi menenggelamkan saya dalam permenungan. Serasa disodori film pendek.
Tempat itu di Indonesia. Entah di mana. Dari sebuah data yang terbuka untuk publik. Namun saya tak punya kemampuan menyelami open source intelligence (OSINT), harus belajar dulu, untuk memastikan lokasi persisnya, di provinsi mana, kota atau kabupaten apa, kecamatan apa, kelurahan apa, dan kode posnya berapa, lengkap dengan koordinat.
Google unknowingly documented an elderly couple’s life journey in Indonesia. pic.twitter.com/UGw5gKV9HO
— Moments that Matter (@_fluxfeeds) August 21, 2025
Hanya rentetan gambar diam, dari sudut bidik yang boleh dibilang sama, rentang waktunya sebelum sampai setelah tengah hari, yang dikemas sebagai video. Letak bayangan pondok dari paparan mentari mengarahkan tafsir saya bahwa waktu setiap pemotretan tak sama bulannya.
Pada gambar bertarikh 2015, di teras samping bangunan non-permanent, mirip warung gaya lama, di sebelah seketeng gang itu, masih tampak sepasang kakek nenek. Dalam gambar tahun 2016 kakek masih ada. Namun mulai 2017 tak ada kakek itu lagi, tinggal nenek. Tak pernah tertampak seseorang sedang menemani.
Tak ada yang tahu ke manakah kakek itu. Rekaman gambar 2018 menampilkan si nenek duduk berteduh di dalam, dekat pintu. Ruangan tampak gelap. Tak ada rekaman gambar dari 2019 sehingga kita tak tahu ada apa di sana.
Pada gambar 2020 tampak si nenek duduk di atas bangku reot yang dialasi plastik seperti biasanya namun saat itu dia bertopang dagu. Gambar 2021 menampilkan si nenek yang sudah bungkuk sedang memasuki rumahnya.
Rentang 2020–2021 adalah saat Covid-19 meraja, mengoyak-oyak kehidupan sehingga makam lekas penuh namun penguburan korban virus jahanam itu tak dapat dihadiri keluarga. Teman saya, suami istri korban pandemi, yang dirawat di rumah sakit berbeda sejauh 30 kilometer lebih karena sulit mencari rumah sakit, dimakamkan tanpa kehadiran anak-anak mereka.
Saya menduga pondok biru itu dulu sebuah warung makan sederhana, terlihat dari jendela dengan penutup tanpa kaca. Mungkin setelah warung tutup, di sana pula pasangan sepuh itu tinggal, memasak, dan juga mencuci piring, entah airnya dari mana.
Oh, air. Di mana pasangan itu mandi dan mencuci pakaian? Tak tampak jemuran dalam foto. Memang tak banyak kisah yang terkuak. Hanya imajinasi dalam benak saya yang terus merambat mencari jawab. Misalnya, di manakah anak dan cucu mereka? Apakah selama rentang waktu dalam deretan gambar mereka menggunakan listrik, lalu dari mana? Apakah mereka punya TV dan radio transistor? Tetapi saya secara lancang menyimpulkan mereka sudah tak menggunakan ponsel, bahkan yang model pra-smartphone.
Saya melipur diri, membayangkan listrik dipasok dari rumah di belakang warung yang memiliki menara toren. Saya menenangkan diri, mungkin dari toren itu pula air datang. Saya juga mencoba meyakinkan diri bahwa di dekat toren ada bilik mandi dan peturasan yang dapat mereka manfaatkan.
Melihat posisinya, pondok kayu itu berdiri di atas bahu jalan. Atau di atas sepetak lahan dari pelataran di balik tembok pagar. Saya menghakimi pondok mereka lemah secara hukum.
Mulai 2022 si nenek tak terlihat. Pintu pondok tertutup. Pada 2023 sampai 2024 juga demikian. Warna dindingnya tetap biru. Lalu dalam foto 2025 pondok yang pernah menaungi kehidupan sepasang anak manusia itu lenyap tanpa bekas.
Saya tak pernah membayangkan arsip Google Street View di tangan seseorang yang jeli dapat dikemas sebagai salindia 47 detik dari sebuah rentang selama satu dasawarsa. Hanya gambar. Tanpa tuturan verbal.
Dari sebuah pondok di pinggir jalan, tepatnya di atas bahu jalan, pernah ada kehidupan. Ya, kehidupan yang tak hanya saat gambar pondok itu terekam kamera Google namun juga jauh ke belakang, sejak warung makan berdiri, disinggahi pengudap. Ada sapaan, obrolan, dan senda gurau. Juga: kabar dari sesama pengudap saat makan dan minum.
Lalu semuanya lenyap. Terlupakan.