Dream on, bermimpilah dalam suasana muram

Ada kalanya saya berjauhan dengan musik keras, lebih suka yang lembut ringan. Anda juga?

▒ Lama baca < 1 menit

Ternyata satu setengah bulan terakhir ini saya lebih sering memutar trek musik instrumental yang lembut, termasuk new age dan versi cover lagu pop/rock dalam versi orkestra yang lembut dan kuartet atau kuintet dengan alat akustik. Ada juga yang versi paduan suara. Bisa hampir seharian saya memutar itu semua. Tanpa penyuara jemala (headphone) karena saya tak tahan.

Data di Spotify menunjukkan hal itu. Lalu algoritma pelantar akan menggiring saya ke musik serupa. Saya tak tahu kenapa sudah sekian lama berhenti dari musik cadas. Apakah karena Ibu Pertiwi sedang muram? Bahkan rilis anyar dari grup prog rock Spock’s Beard (Amerika) dan proyek Arjen Anthony Lucassen (Belanda) tak saya nikmati.

Namun algoritma Spotify bisa aneh. Tiba-tiba daftar putar justru menggelincirkan diri ke Aerosmith. Maka saya teringat duet grand piano dan gitar elektrik Aerosmith (Steven Tyler, Joe Perry) dalam “Dream On” di YouTube untuk menghormati korban pengeboman Boston Marathon (2014). Terasa indah dan menyentuh, aura jejak duka masih terasa, namun ada optimisme untuk hal yang lebih baik. Lihat video paling atas dari dua rocker sepuh itu. Adapun lagu cover versi USJ Choir dan USJ Symphonic Orchestra terasa lebih bersemangat dan menggugah.

Mungkin rock ballads termasuk lebih mudah dijinakkan oleh aransmen orkestra dan panduan suara. Eh, nggak ding. Lagu gahar metal pun bisa lunak dalam gitar akustik dan selo. Untuk “Dream On” banyak versi cover-nya. Versi bootleg konser lebih natural tetapi dari sisi audio dan visual banyak tak nyaman di telinga maupun mata.

Akapela solo Every Ana hasil penyuntingan multitrack bagi saya bagus. Abad lalu, sejarah perekaman panduan suara empat orang dalam multitrack secara analog yang menyiksa pita sampai tipis, dengan penggandaan, pemotongan dan penimpaan, dilakukan oleh Queen dalam “Bohemian Rhapsody” (1975).

Perihal “Dream On” yang diciptakan oleh Tyler, untuk album self-titled Aerosmith pada 1973, saat dia berusia 24. Laman Grammy Awards pada mengutip pengakuan Tyler bahwa lagu itu adalah cita-cita bandnya tentang masa depan dalam karier musikal.

Dalam tribute untuk korban pengeboman Boston Marathon saya merasakan harapan dalam impian yang berbeda, tentang kehidupan bersama yang lebih baik setelah sebuah peristiwa mengerikan berlalu. Dalam video tertampak bendera kecil dari sobekan kain dengan coretan spidol: we will finish the race.

Tinggalkan Balasan