Gema Hari Literasi Internasional, 8 September 2025, masih terlihat di media hingga hari ini. Kompas, Kontan, dan Kompas TV mengemas paket laporan dan survei perihal pustakawan selama tiga hari. Hari ini di Kompas (Rabu, 17/9/2025) ada foto berita tunggal menarik.
Kapsi foto karya Riza Fathoni tersebut bertutur:
Peta kawasan dan potret masa lalu daerah-daerah di Jakarta Barat dipajang dalam pameran arsip dan seni bertajuk ”Dari Mulut ke Arsip: Toponimi dan Keberagaman Jakarta Barat” di Perpustakaan Daerah Jakarta Barat, Selasa (16/9/2025). Suku Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jakarta Barat menggelar pameran ini pada 15-24 September 2025. Pameran menampilkan beragam instalasi, mulai dari seni visual, arsip foto, peta, hingga media edukasi audio visual, yang semuanya menelusuri sejarah daerah-daerah di Jakarta Barat.
Ah, toponimi. Riwayat nama tempat. Beberapa kali blog wagu ini membahasnya. Semua yang hadir dalam kehidupan kita ini tidak mendadak sontak. Masing-masing memiliki riwayat. Untuk Jakarta, buku karya Adolf Heuken, S.J. (1929–2019), seorang pastor, masih layak rujuk. Misalnya Historical Sites of Jakarta. Sayang buku saya yang itu belum tersua.
Di wilayah saya ada Pondokgede, bermula dari bangunan gedong yang dibangun 1775, namun pada 1992 Induk Operasi Angkatan Udara (Inkopau) merobohkan bangunan tersebut untuk membangun Pondok Gede Asri yang antara lain berisi Plaza Pondok Gede.
Adapun riwayat Ujungaspal saya belum beroleh informasi yang jelas. Beda orang beda jawaban. Ada yang memberi ancar-ancar mulanya di sekitar gardu induk PLN, dekat Jakarta Escape (Rumah Perubahan) milik Rhenald Kasali, sebagai tempat berakhirnya jajan aspal, dan ada pula yang memberi ancar-ancar pertigaan Sengon. Padahal jarak kedua tempat itu hampir 5 kilometer.
Iwan Fals pun tak dapat memastikan (Ngalor Ngidulnya Iwan Fals, YouTube, 2021). Dia membuat lagu “Ujung Aspal Pondokgede” (Sore Tugu Pancoran, 1985).
2 Comments
Saat ini saya sedang baca buku toponimi Jawa Barat (Toponimi: asal-usul nama tempat di Jawa Barat – T. Bachtiar). Saya suka buku-buku seperti ini.
👍👏🙏
Sebagai orang ilmu hayat pasti Pak Ndobos paham kenapa banyak toponimi desa merujuk vegetasi.