Saya tak paham kenapa papan petunjuk koordinat posisi kedai McDonald’s di Jatiwarna, Kobek, Jabar, ini di atas rumput. Mungkin terjatuh atau karena kejadian entah. Selama ini saya tak memperhatikan tomprang di samping pintu keluar itu. Lagi pula sudah lama banget, sejak tahun lalu, saya tak memarkir mobil di sana.
Tadi malam saya parkir di kedai burger itu karena menjemput putri bungsu saya yang pulang kerja naik bus Transjabodetabek. Tak ada lokasi parkir mobil di area bus datang dan berangkat. Nah, di lokasi dekat papan koordinat itu biasanya untuk orang menunggu jemputan ojek maupun keluarga.
Lokasi McDonald’s maupun area bus menaikturunkan penumpang berada di samping pintu keluar tol Jatiwarna pada Jalan Lingkar Luar Jakarta dari arah Jakarta. Dari Kali Sunter, yang memisahkan DKI Jakarta dan Jabar, lokasinya sekitar 300 meter.
Bus tersebut hanya tersedia pagi pada jam berangkat kerja dan sore pada jam pulang kerja, ke dan dari Jakarta. Ongkos naik bus itu Rp25.000. Pulang pergi, eh pergi pulang, ya Rp50.000. Dengan catatan kalau mendapatkan bus.
Masalah transportasi orang luar Jakarta itu mahal. Menurut laporan Kompas Agustus lalu, bisa senilai sepertiga gaji sebulan. Kalau memakai mobil non-elektrik, yang harus sesuai tanggal ganjil genap, ada biaya tol, bensin, stres karena ke macet, apalagi saat ini di Jalan T.B. Simatupang dan sekitarnya karena galian proyek pemerintah pusat, sampai Gubernur Pramono Anung kewalahan. Bagi pengendara mobil masih ditambah ongkos parkir 8–10 jam.
Untuk orang yang tinggal di area saya, 3,5 kilometer dari McDonald’s, misalnya mereka bekerja di Tanahkusir, Jaksel, inilah ancar-ancar pengeluaran per hari:
- Ojek dari rumah – Jatiwarna PP: Rp40.000
- Bus Transjabodetabek Jatiwarna – Semanggi PP: Rp50.000
- MRT Halte Mandiri – Blok M PP: Rp14.000
- Bus Transjakarta Blok M – Tanahkusir PP: Rp7.000
- Total: Rp111.000
Dulu saya naik mobil dengan tarif tol lama, berangkat pulang kerja melewati tiga jalan tol, habis Rp60.000. Itu belum bensin. Dengan taksi, karena pulang malam banget, jelas lebih boncos.
Berangkat pulang naik Transjakarta disambung KRL lebih murah, tetapi yang mahal ongkos ojek ke dan dari Terminal Pinangranti, Jaktim. LRT dari Cikunir, Kobek, ke Stasiun Cawang, baru ada setelah saya menganggur. Yang mahal adalah ojek ke dan dari halte LRT.
Ketika ada WFH, orang-orang di area saya bisa berhemat. Mereka yang naik motor selain dapat berhemat ongkos bensin juga berhemat energi fisik dan psikis. Teman saya yang naik motor listrik dengan sistem tukar baterai harus menyiasati rute yang melewati depo baterai karena jarak ke tempat kerja hampir 30 kilometer.
Mungkin Anda membatin, repot amat orang pinggiran Ibu Kota — ingat, ibu kota belum pindah ke Borneo. Situasi dan kondisi saat ini pun sebetulnya sudah ada kemajuan sedikit, tetapi penanganannya sangat terlambat. Misalnya dengan kehadiran Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek yang mestinya sudah ada akhir abad lalu.
2 Comments
Oh iya, Bang Paman, rute Pondokgede-Lebak Bulus nggak ada ya? Padahal jalur ramai tuh.. Kalau mesti ke Kampung Rambutan dulu agak repot dan tambah lama..
Kalo Pondokgede – Pulogadung malah ada. Bus AC.
Yah gitu deh, para perencana wilayah bukan pengguna angkutan umum. Ukuran kemajuan mereka bayangkan semua orang punya dan naik mobil.
Dulu sebelum ada JORR, orang Bogor kalo mau ke Bekasi harus keluar di UKI lalu pindah ke jalan tol Jkt – Cikampek atau masuk ke jalan inspeksi Kalimalang. Sekarang malah ada jalan tol Cibubur ke Cibitung.