Podium kepresidenan dan soal minta maaf penyalahgunaan AI

Foto podium akan dikirim ke Batang itu menarik. Soal olahan AI wajah teman bisa jadi pelajaran.

▒ Lama baca < 1 menit

Podium kepresidenan dan soal minta maaf penyalahgunaan AI — Blogombal.com

Di halaman 2 Kompas hari ini (20/3/2025) ada dua hal menarik yang tak berkelindan. Pertama: foto petugas Istana Kepresidenan kemarin membawa podium untuk dikirim ke Batang, Jateng, karena Bowo akan ke sana.

Foto ini biasa, tidak istimewa. Hanya soal furnitur yang sudah sering muncul dalam gambar berita. Namun bagi saya, foto podium terbungkus plastik yang akan dibawa ke luar kota ini menarik. Setahu saya jarang yang memotretnya. Demikian pula tentang kendaraan kepresidenan yang akan dibawa ke luar kota maupun luar pulau.

Kedua: iklan permohonan maaf dari seorang pemilik akun di media sosial karena telah mengunggah foto teman-temannya hasil penyuntingan AI, tanpa seizin pemilik wajah.

Pemohon maaf adalah Sergio Lucasandro Ksatria DP. Silakan Anda telusuri masalahnya di medsos dan media berita.

Podium kepresidenan dan soal minta maaf penyalahgunaan AI — Blogombal.com

Dengan maupun tanpa AI, pengunggahan wajah orang di media sosial ini memang bisa menjadi ranjau jika dilakukan oleh warga biasa, bukan jurnalis, namun tanpa izin. Jurnalis dan media berita punya payung untuk berdalih, yakni kepentingan umum. Kalau warganet biasa? Harus diikuti debat misalnya muncul keberatan pihak yang merasa dirugikan.

Misalnya pun tanpa izin, kepatutan berkonten di medsos maupun media berita terlembagakan mensyaratkan atribusi dalam kredit foto — bukan sekadar menyebutkan “Istimewa”. Untuk media berita, saya tak tahu seberapa sering Dewan Pers menerima aduan hak cipta foto. Dalam kehidupan pers ada adagium penggunaan konten atau aset eksternal untuk kepentingan yang wajar. Tentu ini kalimat bersayap, multitafsir.

Memang pada era medsos, banyak orang mengunggah sosok dan wajah dirinya. Namun ada juga orang lain yang memanfaatkan foto tersebut untuk berjualan tanpa minta izin. Di sisi lain karena banyak pelantar punya aturan hak cipta, maka cara yang aman adalah menyematkan (embed) isi tautan, misalnya dari X, Instagram, YouTube, dan TikTok — dari Facebook setahu saya tidak bisa. Namun sematan hanya bisa diterapkan pada media digital, bukan kertas dan e-paper, kecuali dengan kode QR maupun tautan.

Sebelum era medsos, keberatan terhadap pemuatan wajah diri tanpa izin pernah dilakukan seorang politikus melalui pengacaranya, awal 2000-an. Sasaran tembaknya adalah seorang penulis buku, berisi rangkuman berita tentang korupsi di badan pemerintah, agar menarik produk dari peredaran. Penulis itu kalah.

Sang politikus partai besar itu tak menyoal isi buku melainkan wajah dirinya pada sampul tanpa izin. Siapa dia? Saya belum mencari bukti informasi dalam arsip media, namun saya ingat nama dia dan pengacaranya yang berkantor di Pasar Rumput, Jaksel.

Podium kepresidenan dan soal minta maaf penyalahgunaan AI — Blogombal.com

Tinggalkan Balasan