Banteng, DPR, dan revisi UU TNI

Begitulah perilaku poli-tikus. Soal pengeluaran DPR, jangan lupakan faktor setjen.

▒ Lama baca 2 menit

Banteng, DPR, dan revisi UU TNI — Blogombal.com

PDIP itu oposan atau bagian yang sejiwa dengan oplosan koalisi plus pro-pemerintah? Hingga kini tak jelas.

Obrolan warung kopi sasetan secara sok tau menyimpulkan, kader yang di DPR itu orang-orangnya Puan yang cenderung kompromistis. Sedangkan kader keras dan kritis terhadap pemerintah ada di DPP, di bawah Megawati, Prananda, dan Hasto.

Masa sih sehitam putih begitu pengutubannya? Namanya juga obrolan warung kopi sasetan. Memang pernah terkabarkan, Banteng mengingatkan fraksinya di DPR agar tak terlalu keras menyerang Bowo.

Banteng, DPR, dan revisi UU TNI — Blogombal.com

Yang terbaru, kemarin (16/3/2025) di Medan Ketua DPP PDIP Sumut Rapidin Simbolon menjadi berita karena menyampaikan pesan Emak Banteng bahwa mereka tetap mendukung Bowo, tanpa menyebut nama Gibran (¬ Detik). Aneh, presiden dan wakilnya itu satu paket. Kalau di Filipina, capres dan cawapres dipilih terpisah. Maka retorika PDIP ini antara lucu dan membingungkan.

Memang tak ada keharusan menyebut nama presiden dan wakilnya, misalnya dalam judul berita, namun dalam konteks Indonesia pasca-Pilpres 2024, siapa saja yang tak menyebut nama wapres terbuka untuk ditafsirkan.

Lalu posisi dan peran PDIP dalam revisi UU TNI? Juga belum jelas. Hasil rapat konsenyiring secara tertutup di Hotel Fairmont Jakarta belum diumumkan. Juni tahun lalu Mega bilang partainya menentang revisi UU TNI karena tak ingin dwifungsi dihidupkan lagi (¬ CNN Indonesia, 31/6/2024).

Banteng, DPR, dan revisi UU TNI — Blogombal.com

Dalam soal Fairmount, ada soal tak patut dalam pembenaran sepihak Ketua Komisi I DPR Utut Adianto (PDIP): kenapa rapat lain untuk membahas UU di hotel tak dipersoalkan? Dia tak peduli suasana batin masyarakat. Katanya pemerintah sedang melakukan efisiensi, bahkan Bowo bilang jangan rapat di hotel, lha kok ini Komisi I rapat di hotel luks, padahal ekonomi sedang tidak bagus.

Jadi? Hati-hati terhadap partai dan politikus, jangan gampang percaya. Salah satu contoh kentara adalah PSI, bagaimana mereka dulu terus menyerang Bowo. Nyatanya sekarang?

Lihat juga contoh lama bagaimana Bowo dan Gerindra menyerang Mulyono. Atau, bagaimana di Jakarta dulu PDIP bersikap terhadap Anies. Jadi, orang harus konsisten dalam perseteruan politik? Mboten. Lebih utama konsisten dalam nilai-nilai yang dianut. Tetapi dalam politik, kalimat barusan itu abstrak sekaligus lentur, tergantung cuaca dan mungkin cuan.

Banteng, DPR, dan revisi UU TNI — Blogombal.com

Oh ya, satu soal lagi dalam kasus rapat di hotel dan lainnya yang menyangkut belanja barang dan jasa di DPR. Anggota parlemen boleh ganti setiap lima tahun — atau bisa lebih, tergantung hasil pileg dan keputusan partai — tetapi orang sekretariat jenderal itu tidak.

Mereka adalah birokrat di lembaga tinggi negara. Terlalu ribet dan tak bermutu kalau urusan hotel dilakukan oleh anggota komisi. Lagi pula itu bukan tugas anggota DPR. Tetapi menyangkut polemik fasilitas dan sebangsanya, sasaran caci maki paling empuk adalah anggota dewan yang semoga terhormat itu, dan dicatat sejarah. Salah sendiri.

Eh, salah sendiri: siapa yang salah? Termasuk rakyat, karena menyumpahi poli-tikus nan bebal, yang bisa masuk DPR karena mereka pilih, begitu pula terhadap para pengurus partai yang ikut pemilu. Mengumpati poli-tikus ndableg itu menggarami laut. Kagak ngefek.

¬ Ilustrasi: Wikimedia Commons, X

Tinggalkan Balasan