Perintis. Si bungsu. Entahlah apa maksudnya. Itulah yang terbaca pada lantai semen sebelum naik ke tangga menuju emper kios pulsa di tikungan.
Teraan itu pasti sudah lama. Namun saya baru memperhatikannya kemarin saat akan ke warung sayur untuk membeli kol dan daun jeruk karena nyonya mau bikin tongseng ayam.
Begitulah. Memang terlalu banyak hal tak penting di sekitar kita. Bahkan apa yang ada di spot yang acap kita lalui pun kita abaikan. Pikiran kita selalu sibuk saat berjalan kaki maupun menumpang kendaraan. Bahkan pembonceng motor pun bisa berasyik diri dengan ponselnya, abai sekitar. Kesadaran manusia adalah konsep yang rumit untuk dipahami. Lebih mudah diucapkan.
Torehan pada lantai beton itu lumrah. Kadang tukang yang melakukannya jika menyangkut proyek non-privat, misalnya penutup got jalan umum. Tetapi untuk properti pribadi, ada saja orang yang menerakan penanda. Bahkan tulisan yang rapi pun ada, seperti dalam pos tentang East itu.
Di rumah, saya menerakan cap daun palem di halaman sempit dan daun pepaya pada tutup got. Misalnya saya menambahkan pengeras beton mungkin akan lebih menampak. Tetapi membiarkannya geripis digesek waktu juga artistik sih.
