Warta banjir lebih cepat di medsos

Beruntung ada internet ponsel. Infonya lebih cepat. Laporan lansung dari warga yang mengalami.

▒ Lama baca 2 menit

Banjir di Bekasi 5 Februari 2025 - Akurat — Blogombal.com

Bukan hal baru. Dalam hal bencana alam, termasuk banjir, setelah ada medsos maka informasi lebih cepat sampai dan menyebar. Dalam banjir hari ini, sebagian warta banjir versi media berita muncul setelah langit terang.

Ada info yang mulanya berlingkup komunal sempit, misalnya RT, yang kemudian terbagikan ke luar, lintas platform pula dengan menyebut akun otoritatif yang menangani bencana. Rumah teman saya kemasukan air setinggi dada. Fotonya tak saya angkut di sini.

Tadi malam saat hujan deras menghajar tanah Bekasi, saya sudah tidur. Saya terbangun karena suara hujan deras nian, dan ada geledek besar memecah langit. Sekitar setengah sebelas saya bangkit, mencari ponsel supaya dapat saya memanfaatkan lampu senternya, untuk berjaga-jaga seandainya listrik padam. Tentu lampu senter juga saya siapkan.

Meskipun waswas, rasa kantuk lebih berjaya karena kemarin saya kelelahan. Saya kembali terpejam. Bahkan sempat dijemput mimpi. Beberapa kali saya terbangun namun tetap berbaring.

Selewat pukul tiga pagi saya mendusin, lalu duduk, berjalan ke teras, mengamati keadaan. Jalan depan rumah seperti kali, sedalam 20 cm, airnya mengalir ke kanal. Aman, pasti cepat surut seperti biasanya, saya membatin. Dan kemudian terbukti. Kemudian saya tiduran lagi. Maaf jika saya tampak egoitis karena rumah aman.

Subuh saya sudah bangun. Dengan ponsel saya mencari berita banjir di Kobek. Tak banyak. Informasi di grup WhatsApp lebih deras. Dari orang-orang yang saya kenal. Mereka melaporkan kondisi tempat tinggalnya. Disertai foto dan video. Di X dan Instagram, laporan dari warga lebih lengkap, melebihi media berita. Ada yang kebanjiran sampai atap rumahnya yang berlantai satu.

View this post on Instagram

A post shared by INFO PONDOK GEDE (@info_pondokgede)

Saya membatin, pasti ada pekerja media yang sedang kerepotan karena rumahnya kebanjiran. Pagi setelah langit mulai terang namun masih mendung, saya cek di beberapa grup WhatsApp, menanyakan keadaan. Seorang pemred di Jatiasih, sampai pukul setengah enam masih berada dalam masjid di kompleksnya.

Di sana dia mengecas ponsel karena di rumahnya, yang tak kebanjiran, listriknya padam. Hanya jalan depan rumahnya yang menjadi kali sebetis.

Sebelum ada ponsel pintar yang bisa berinternet, info banjir hanya kita dapatkan melalui suara di telepon dan SMS. Kini semuanya terkabarkan lebih luas dan lekas.

Tentu ponsel punya keterbatasan, selain masalah baterai adalah BTS. Itulah mengapa dalam mitigasi bencana pesawat radio untuk menerima siaran masuk dalam daftar, melengkapi senter.

Saya membayangkan ketika belum ada televisi apalagi internet, bagaimana warga yang langsung terdampak letusan dahsyat Gunung Tambora (1815) dan Gunung Krakatau (1883) mencerna peristiwa, memandang dunia, dan merenungkan kehidupan? Maksud saya mereka yang selamat. Letusan kedua gunung itu disertai tsunami.

Letusan Krakatau menghasilkan langit senja selama beberapa bulan di seluruh dunia. Lukisan terkenal, Jeritan, karya seniman Norwegia Edvard Munch, dalam sejarah seni rupa disebut telah merekam suasana cuaca setelah Krakatau murka.

Lukisan Jeritan atau Scream karya Edvard Munch — Blogombal.com
JERITAN | Skirk (Inggris:The Scream) karya pelukis Norwegia Edvard Munch (1893) dengan latar langit senja merah akibat letusan Krakatau.

Tinggalkan Balasan