Tiada lagi tapai potongan kecil dibungkus daun pisang

Di Jabodetabek sulit menemukan tapai kecil yang diwadahi tempelang.

▒ Lama baca < 1 menit

Tiada lagi tape potongan kecil dibungkus daun pisang — Blogombal.com

“Tapééé… tapééé!” seruan itu muncul dari sepiker selompret merah yang terpasang di atas mesin sepeda motor Honda Vario lawas. Penjual lain, mendorong gerobak, meneriakkan, “Péé.. tape!”

Eh, tape atau tapai? Versi baku adalah tapai. Nah, belakangan saya membeli tapai dari Mas Galuh, pemuda asal Brebes, Jateng.

Tiada lagi tape potongan kecil dibungkus daun pisang — Blogombal.com

Tapai juga enak dibuat kolak, bercampur dengan pisang kepok kuning dan kolang-kaling. Daun pandan saya curi dari tetangga, artinya tanpa minta izin karena memang diperbolehkan.

Tiada lagi tape potongan kecil dibungkus daun pisang — Blogombal.com

Mas Galuh menggunakan kotak kayu berkaca untuk membawa tapai. Jadi dia berbeda dari Akang Bujang Tulen yang membawa dua keranjang bambu sebelas tahun lalu.

Dari luar, kaca boks Mas Galuh itu buram kerena jejak tapai. Namun ketika ruang di balik kaca saya longok ternyata bersih. Dia menggunakan kantong plastik sebagai sarung tangan. Sepikernya juga dibalut plastik untuk melawan hujan. Untuk suara saat menjajakan cukup dari memori ponsel.

Tiada lagi tape potongan kecil dibungkus daun pisang — Blogombal.com

Harga tapai sekarang Rp15.000 per kilogram. Bujang tulen dulu menjual Rp10.000 per kilogram. Lha ya pastilah, itu harga tahun 2014.

Lalu tentang jok motor yang tertutup kotak tape, sehingga merepotkan saat mengisi bensin, masalahnya diatasi dengan mengganti tangki, dari motor trail mini.

Sebenarnya saya suka tapai dalam potongan kecil seperti di Jateng dan DIY. Penjual mencomotnya dengan garpu bambu. Sudah puluhan tahun saya tak merasakan itu. Tape kecil tersebut tidak dijual kiloan.

Sedangkan peuyeum di Jabodetabek yang memanjang dijual dengan ditimbang. Tape kecil yang sebut tadi dibungkus dalam daun pisang dengan teknik khusus, tanpa biting. Bungkus dengan penutup lipat di bawah itu disebut tempelang, bukan pincuk maupun takir. Ya, seperti teknik membungkus nasi.

Tiada lagi tape potongan kecil dibungkus daun pisang — Blogombal.com

4 Comments

@sandalian Senin 3 Maret 2025 ~ 11.49 Reply

Tape dengan potongan kecil biasanya lebih lembut, permukaan tape juga terlihat lebih halus dan licin.

Kalau diingat, rasanya malah sudah tidak pernah melihat penjual tape keliling setelah dewasa.

Pemilik Blog Senin 3 Maret 2025 ~ 15.35 Reply

Betul sekali. Lebih lembut dan mengilap.
Penjual tape keliling berkurang karena camilan buatan pabrik lebih mudah didapatkan, begitu juga di sekolah.

Sebagian generasi milenial dan Z gak kenal tape, setelah liat juga gak doyan. Lha wong ndak kenal sejak kecil jé 😂

mpokb Minggu 2 Maret 2025 ~ 23.22 Reply

Di sekitar saya masih dapat 5.000-5.500 setengah kilo, Bang Paman.. Itu 2.500 mungkin buat bensinnya, hehe

Pemilik Blog Senin 3 Maret 2025 ~ 08.07 Reply

Bisa jadi karena itu karena Mas Tape ini rumahnya likuran kilometer dari tempat saya. Lagi pula harga di Bekasi kan mepet Jakarta 😇

Tinggalkan Balasan