Lihatlah foto di atas, apa hubungan mi instan dan tahu? Entah. Saya enggan memikirkan ketika masuk ke Pasar Kecapi, Jatiwarna, Pondokmelati, Kobek, Jabar tadi pagi. Saya tadi menyusuri jalan yang banyak penjual dan kemudian masuk pasar, karena iseng ingin tahu kegiatan ekonomi pada hari pertama bulan puasa. Kemarin semua warung makan tutup. Maka hari ini saya ingin melihat suasana.
Tetapi tadi ada juga warteg yang buka padahal warteg lain tutup. Seperti umumnya kedai saat Ramadan, ada tirai pada pintu dan jendela. Warteg di mana pun buka sejak pagi. Begitu pula warung soto dan bubur ayam, namun tadi tutup semua. Di area itu warung bakmi dan nasi goreng belum buka. Kalau warung sate biasanya buka siang, sebagian malah sore.
Tempat usaha di pinggir jalan yang tak ada hubungannya dengan makanan tetap buka. Misalnya pompa bensin mini, penjual terpal, dan toko kayu bekas peti. Kalau toko beras, daging ayam, dan telur semuanya buka.
Penjual kebutuhan dapur hampir semuanya buka, yang di pinggir jalan maupun dalam pasar. Penjual ayam hidup untuk disembelih di tempat juga buka. Masih berhubungan dengan perut, hampir semua penjual buah buka. Termasuk tentu saja buah yang hanya tersedia saat Ramadan: mentimun suri atau timun betik. Saya mengenal mentimun suri setelah bermukim di Jakarta. Setahu saya dulu di Jateng maupun DIY buah ini tidak dijual.
Jenis dagangan lain, yang tak ada hubungannya dengan pangan, dan masih buka di dalam pasar, adalah toko emas, pakaian, buku anak, dan alat rumah tangga. Toko emasnya dipasangi jerjak, serupa rumah gadai, entahlah siapa yang meniru siapa. Pokoknya demi keamanan dan keselamatan. Biasanya penjualan emas oleh masyarakat naik saat Ramadan karena orang butuh uang termasuk nanti menjelang Lebaran.
Apa lagi yang saya lihat? Ada penjual mainan di depan SD Negeri Jatiwarna 2 yang libur, namun fotonya buruk karena di seberang jalan. Lapak lain, penjual makanan, tutup karena tak ada anak masuk sekolah. Di titik yang lain saya lihat penjual ikan hias. Dia memang kerap mangkal di situ. Berarti selalu ada pembeli ikan, termasuk mungkin pembeli yang ikan belian sebelumnya mati. Saat prei bulan puasa boleh jadi anak-anak juga ingin bermain ikan.
Ada lagi yang tutup padahal biasanya buka? Toko wewangian yang biasa disebut parfum refill. Nanti beberapa hari ke depan pasti buka. Apalagi saat mendekati Lebaran, dan THR sudah cair, toko kosmetik dan wewangian ramai. Masa sih hari raya tidak bersolek dan tanpa ganda harum diri.
°°°°°
Kenapa tak ada penuturan yang hidup dalam pos ini? Saya hanya mengamati sekilas, tanpa bercakap-cakap dengan penjual dan pembeli. Ini kegiatan turistik, bukan jurnalistik.
Orang di pasar dan jalan tahu, dari cara saya mengoperasikan kamera ponsel terlihatlah bahwa saya memotret, bukan bikin video, sehingga tak ada yang melambaikan tangan maupun mrèngès.
Setelah ada TikTok, masyarakat terbiasa dengan kreator konten berwujud kamerawan video merangkap reporter. Para kreator itulah yang membuat features atau laporan berkisah dalam media berita berkurang karena kalah menarik. Bahkan media berita sering merujuk konten video di media sosial, dari soal kuliner hingga banjir dan pencurian.
Apakah kemampuan bertutur wartawan secara tertulis akan tergerus karena tak pernah membuat features? Itu diskusi lain kali. Sekarang amati saja warta di luar berita sela (breaking news). Berapa media yang masih punya roh jurnalisme berkisah?
Di kalangan media kini berlaku gerutu buat apa menulis sok cantik kalau tak ada yang baca, artinya tak menghasilkan trafik bagus, karena masyarakat lebih membutuhkan video, bukan tulisan.
2 Comments
Ayo pelihara ikan hias lagi, Bang Paman.. :)
Cupang tinggal satu, sdh tiga bulan lebih sakit. Yang dua lainnya terlalu bersemangat, lompat keluar dari karaf😭