Saya tak mengada-ada. Coba tik tiga kata sakti ini dalam pencarian berita: “polisi tipu polisi”. Hampir semua media mewartakan kasus di Polda Sumut itu. Kesalahan ada pada media, bukan polisi, mengapa memilih tiga kata itu dalam judul. Apa tidak ada kata lain? Koran Kompas yang cenderung kalem membuat penanda topik di atas judul: kejahatan aparat (Jumat, 28/2/2025, Nusantara, hlm. 10).
Ringkas cerita, Ipda Rahmadsyah Siregar kepada Bripka Shcalomo Sibuea menjanjikan dapat meloloskan masuk Sekolah Inspektur Polisi asalkan membayar Rp850 juta. Ternyata Shcalomo tak lolos seleksi.
Ujung-ujungnya, setelah kasus terbongkar, lalu ada mediasi, kedua pihak berdamai. Atas nama keadilan restoratif, proses pidana distop. Namun sidang etik tetap berlanjut.
Lalu? Anda saja yang beropini lebih lanjut saat citra polisi sedang terpuruk, apalagi ada kasus lagu “Bayar Bayar Bayar” dari Sukatani.
Ingatlah kata Presiden Prabowo Subianto, akhir Januari lalu di depan petinggi Polri dan TNI, tanpa bumbu kata ndasmu, “Biasanya ciri khas negara yang gagal adalah tentara dan polisi yang gagal.”
Salam jemala paduka.
¬ Gambar praolah: Freepik dan Shopee
2 Comments
Penasaran… Penipuan itu kan delik pidana kan ya? Kok bisa batal ya?
Untuk pidana tertentu bisa pake pendekatan restorative justice. Antara lain supaya penjara tidak sesak.