Sejak pekan lalu grup WhatsApp pensiunan eks sejawat itu mulai diwarnai politik.
Padahal sebelumnya grup itu tenang. Isinya tip kesehatan, refleksi spiritual, kabar kelahiran cucu, membantu teman kesusahan, konsultasi tanaman, dan berbagi foto kegiatan lain, dari mencoba resep dapur hingga membengkel di garasi. Itu pun tak meriah amat. Bahkan tak setiap hari terisi.
Tanpa bersepakat, mereka sejak dulu menjauhi topik politik, apalagi dalam Pilkada DKI 2017 dan dua kali pilpres terakhir.
Suasana berubah justru karena Andi Kursi berpesan, “Teman² kita jaga persatuan & kerukunan gak usah share gambar² politik yang kita gak faham mslh nya. Gak usah bahas kabur sj dl & Indo glp.”
Aneh. Reaksi yang muncul justru info yang tak pernah ada di grup. Foto dan video demo. Gambar dengan teks panas, termasuk kasus korupsi. Ada skrinsyot berita. Semuanya hasil forward.
Ani Karedok kirim video demonstran dianiaya polisi. Ketika ditanya Andi, dia bilang, “Itu dari anakku yg bontot!” Orang lain juga bilang konten yang mereka kirim itu dari anaknya dan memang wajib dibagikan.
Kamso tak ikut-ikutan. Cuma mengamati. Namun Andi seperti kesal, seolah merasa semua konten itu untuknya.
“Kita gak usah sok kritis spt si paling tau pada serang pmrnth. Kita ini org tua. Dulu gak prnh ikut demo. Knp skrng mendadak aktivis?”
Kamso iseng membalas, “Kalo muncul aktivis dadakan mumpung belum puasa berarti Indonesia gak baik-baik aja.”
Lalu ramai emoji tepuk tangan, jempol, dan wajah tertawa. Ada yang kirim video “Bayar Bayar Bayar”.