Lukisan Tikus dalam Garuda karya Rokhyat (60) memang menarik karena bersesuai dengan situasi sekarang: rakyat sedang gelisah dan geram. Lukisan tersebut dipamerkan di Badri Gallery, Banjarmasin, Kalsel, namun sebaran visualnya meluas karena media sosial.
Pameran tunggal 16 lukisan berisi karya sepanjang 2004 — 2024. Pengunjung terus berdatangan sehingga Rokhyat dan galeri mengkhawatirkan keselamatan Tikus dalam Garuda. Maka untuk sementara lukisan tersebut diamankan dari mata khalayak, sejak dua pekan lalu.
“Nanti tanggal 26 Februari akan kami pamerkan lagi, dengan sajian berbeda,” kata Badri (¬ Banjarmasin Post). Tentang lukisannya, Rokhyat berujar, “Kalau ada yang menafsirkan negatif, silakan saja.”
Sejauh ini Rokhyat belum berniat menjual lukisan tersebut, biarlah dinikmati oleh banyak mata. Namun saya berpikir jika kelak — terlepas dari lukisan termaksud sudah menjadi koleksi seseorang atau belum — ada pihak yang memanfaatkan reproduksi lukisan untuk kepentingan komersial, tanpa seizin Rokhyat bagaimana? Misalnya untuk sampul notes, gambar kaus, dekorasi mug, botol minuman, bahkan poster.
Fotografer Alberto Korda dulu mengizinkan siapa pun untuk menggunakan potret Che Guevara asalkan bukan untuk kepentingan komersial. Ketika Absolut Vodka memasang Che, urusannya sampai pengadilan.
Kasihan, koruptor belum ada lagu hymne. Kubuatkan saja biar mereka makin bikin gregetan…gumuusshhhhh!
Foto: Lukisan karya pak Rokhyat pic.twitter.com/EzG2bTIJRo
— Iksan Skuter Official (@IKSANSKUTER) February 23, 2025
¬ Sumber awal reprografi belum diketahui
- Kalau koruptor dihukum mati, urusan suapnya lebih jumbo: Untuk menggagalkan hukuman mati, para pendukung akan jadi bohir sogokan.