Benarlah Mbak Mpokb saat mengomentari tulisan saya perihal #KaburAjaDulu: “… bagus, nambah skill, nambah pengalaman, relasi, nambah semua deh. Lagian kenapa juga dilarang balik, toh tagarnya bukan #KaburSelamanya.”
Tiada yang salah apalagi dosa menjadi pekerja migran. Warga kita merantau ke negeri orang, dari mengais hingga mendulang rezeki. Devisa ke kampung berupa perbaikan rumah, membeli kendaraan, menyekolahkan adik dan anak, menebus gunung utang keluarga, mengumrahkan bahkan menghajikan orangtua, dan masih banyak lagi.
Hak setiap orang untuk tak hanya mempertahankan hidupnya, yang merupakan unsur intrinsik dalam diri, namun juga meningkatkan harkat hidupnya dengan cara elok dan kerja keras. Merantau adalah jalan keluar.
Sejarah terus mencatat bahwa migrasi di Nusantara dan kemudian Indonesia, juga di dunia, oleh suku bangsa apa pun, selain motif ekonomi juga didorong hasrat akan kenyamanan, keamanan, dan kalau bisa kebebasan.
Menjamurnya mi Aceh di Jabodetabek saat DOM adalah contoh. Demikian pula rombongan demi rombongan pengungsi yang menjadi urusan badan PBB, yakni UNHCR dan IOM, di Indonesia. Memang mereka tak ingin ke Indonesia melainkan negeri lain. Misalnya, selain orang Rohingya, adalah pelarian dari Afghanistan dan Irak yang sudah habis-habisan diperas calo.
Jika merujuk situasi saat ini, #KaburAjaDulu adalah cerminan kekesalan kaum muda terhadap pemerintah. Beruntung mereka yang dapat mewujudkan niat karena kualifikasi dan etos kerjanya bersesuai. Di YouTube banyak kanal anak Indonesia yang bekerja di luar negeri, bahkan ada yang punya SPBU dan sekaligus minimarket di Amerika.
Sengaja saya sertakan lagu dari YouTube, “Kasmaran Interlokal”, lagu pop Jawa dengan bahasa campuran, mewakili tuturan keseharian. Saya suka lagu ményé-ményé itu, yang dibawakan penciptanya, Candra, dan violis vokalis Nanda, dalam aransemen Ari Blothong. Lagu itu adalah sesobek kertas sketsa zaman tentang pekerja migran Indonesia (PMI). Romansa lirik menyemburatkan niat dan optimisme dalam romansa sepasang kekasih.
Apakah semua PMI baik-baik saja? Kita tahu sejak dulu banyak yang terpaksa menjadi pekerja migran ilegal, pendatang haram, objek perbudakan modern, sebagai komoditas jaringan pedagang orang. Buruh kapal ikan asing dan pekerja bandar judi daring di Kamboja hanya salah dua contoh.
Mengapa banyak yang tergiur dan menjadi korban? Karena pekerjaan ada di luar sana. Dan hasilnya adalah orang-orang kita yang disekap, upah tak dibayarkan, bahkan mereka disiksa. Ada pula yang pulang kampung sebagai jenazah. Migrant Care Indonesia punya data.
2 Comments
Sedih kalau pekerja migran harus meninggalkan keluarga, kasihan anaknya, Bang Paman. Kapan itu nonton liputan CNA, banyak anak di Filipina merasa kesepian, dan kecenderungan remaja bunuh diri tinggi, karena bertahun-tahun sejak usia dini ditinggal ortu merantau.
IMHO, opsi merantau lebih baik buat yg belum berkeluarga. Syukur2 keluarga bisa diboyong sekalian
Betul, Mbak Mpok!
Makanya lowongan buat pertanian di desa terpencil Jepun harus suami istri karena tempatnya sepi