Satu polisi, tanpa atribut oknum

Editor di Jakarta boleh melek bahasa, tapi repoter di daerah bisa kerepotan.

▒ Lama baca 2 menit

Jangan gunakan kata oknum polisi — Blogombal.com

Judul berita Kompas (Sabtu, 8/2/2025) tentang sebuah kejahatan di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, yang melibatkan Bripka M Topan (37), seorang anggota polisi yang bertugas di Polsek Bengkunat, ini jelas dan ringkas: “Satu Polisi Terlibat…”

Menyebut satu polisi, atau seorang anggota polisi, berarti tak menyamaratakan korps. Tetapi kita tahu, polisi dan korps lain, terutama tentara, begitu pula ormas, menyukai kata oknum, untuk mengeksklusikan perilaku buruk seorang atau lebih anggotanya.

Dalam eksklusi tersirat pesan: itu tanggung jawab orang tersebut karena melanggar kepatutan profesi bahkan melawan hukum. Artinya korps tidak ada urusan. Bahwa kemudian atasan menindak, setidaknya memanggil dan menegur si anggota, itu soal lain. Lho, katanya tak bertanggung jawab kok turun tangan? Jangan berdebat bahasa dengan mereka. Tafsir bahasa menyangkut kuasa.

Oh ya, dalam berita koran tersebut ada satu kata oknum, berupa kutipan tak langsung, dari ucapan Kapolres Pesisir Barat Ajun Komisaris Besar Alsyahendra. Teks berita berbunyi, “Alsyahendra menegaskan, pihaknya akan menindak tegas oknum aparat yang terlibat dalam tindak kriminalitas.”

Kenapa masih banyak media berita menyukai kata oknum bahkan dalam penjudulan? Saya menduga demi hubungan baik dengan korps apa pun — apalagi pada masa Orde Baru. Bagaimanapun “teman-teman wartawan” harus semanak dan kooperatif dengan sumber berita.

Misalnya pun editor media berita di Jakarta bersetia tanpa oknum, reporter atau koresponden di daerah bisa kerepotan. Merekalah yang bekerja di lapangan, langsung berhubungan dengan narasumber dari beraneka latar korps. Berita yang terbit di media berita daring percuma lebih mudah diakses daripada koran yang terbit di daerah lain. Artinya, pihak yang tidak dioknumkan bisa memprotes bahkan menutup akses informasi terhadap si jurnalis lapangan.

Tadi dalam paragraf kedua saya tulis “Menyebut satu polisi, atau seorang anggota polisi”, bukan? Dalam soal kebahasaan, polisi termasuk merepotkan. Berita versi koran tersebut sudah terbit dalam versi web di Kompas.id (7/2/2025), berjudul “Perdagangan Benih Lobster Ilegal di Pesisir Barat Libatkan Polisi”. Bandingkan dengan judul versi cetak.

Lalu apa soal yang merepotkan dari sisi kebahasaan? Kata “polisi”, menurut KBBI, bisa berarti “badan pemerintah yang bertugas dst…”, namun juga dapat bermakna “anggota badan pemerintah dst…”.

Adapun “kepolisian”, sebagai kata benda, berarti “yang bertalian dengan polisi”. Kita tahu, Polri adalah akronim Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Saya dulu kerap menulis “polisiwan” sebagai padanan “policeman“, karena “polisi” atau “police” adalah korps. Banyak yang tertawa menganggap saya melucu. Hal serupa berlaku ketika saya menuliskan “satpamwan” karena satpam adalah korps.

Dalam keseharian, terutama dalam komunikasi lisan, masyarakat kita cenderung mencampuradukkan individu dan himpunan. Maka lazim kita dengar ini: suaminya itu DPR, bapaknya itu TNI, pacarnya itu Akmil.

Bagaimana mungkin seorang perempuan bersuamikan ratusan anggota parlemen, lalu seorang anak punya bapak ratusan ribu serdadu hingga opsir, dan seorang cewek punya pacar korps taruna?

Saat saya remaja, bapak saya menegur saya karena menyebut seseorang sebagai staf, “Bukan staf tapi anggota staf. Bahasa Inggrisnya itu staff member.” Kini sudah lazim artikel menyebutkan anggota staf.

  • Oknum, anggota, dan personel dalam bahasa berita: Oknum diserap dari kata Arab uqnum, namun sejauh saya mencari tahu tak ada persoalan konotasi maupun denotasi. Malah dalam teologi Kristiani, oknum dipakai untuk menyebut tiga pribadi dalam trinitas.

2 Comments

@widodolestari Minggu 9 Februari 2025 ~ 15.48 Reply

Wah, ternyata ada penjelasannya. Tabik.
Tapi reporter di daerah bisa berkilah: Pak itu sudah ditulis oknum seperti yang bapak katakan.
Menarik ternyata mendalami bahasa jurnalis, tidak semudah bahasa netijen :))

Pemilik Blog Minggu 9 Februari 2025 ~ 17.22 Reply

Ya, biasanya gitu 🙏😇🙈

Tinggalkan Balasan