Kurs valuta Google dan komedi krismon 1998

Akhirnya kita tergantung pada info cepat, yang tersaji secara otomatis, padahal belum tentu akurat.

▒ Lama baca 2 menit

Kuasailah dollar AS di toilet — Blogombal.com

Dua hari lalu Google salah menginformasikan bahwa 1 USD setara 8.170,65 IDR. Heboh sebentar, Google segera menjelaskan bahwa masalah ada pada sumber eksternal.

Yah, apa boleh buat. Inilah masalah kerja sama antarmesin. Satu titik penghimpun informasi dari pelbagai sumber yang terhubung bisa salah, atau membingungkan, jika di hulu bermasalah.

Ketika saya masih bekerja sampai akhir 2019, layanan kecerdasan buatan dari tim TI, yang kami sebut robot, menyajikan harga saham, pasar keuangan, cuaca, dan bencana alam dari sumber otoritatif pada dasbor di komputer. Mesin kami dan mesin luar bisa bekerja sama. Hasilnya berupa berita ringkas dengan grafik dan peta.

Robot juga menjala aneka berita dari banyak media daring dan topik perbincangannya di media sosial, misalnya Facebook. Hasilnya adalah berita ringkas dengan bagan serabi (pie chart) media pemuat. Sering kali media pemuat paling banyak dari Tribun Network karena media mereka banyak.

Nah, dalam soal berita ada kerepotan. Misalnya nama orang. Beda media beda ejaan, berlaku untuk orang biasa yang menjadi korban kejahatan sampai nama pejabat dan pesohor hiburan.

Begitu juga dalam soal angka. Bisa angka korban kebakaran maupun angka kerugian suatu peristiwa. Maka pengecekan itu perlu. Untuk nama pejabat misalnya, kami harus membuka situs instansinya.

Bagi kami, peringkasan ini sangat membantu, seperti mendapatkan taklimat berkala. Dulu sebelum ada robot, kantor jasa kehumasan setiap pagi harus membuat taklimat warta untuk klien dengan topik sesuai permintaan.

Maka tim pemantauan media di agensi komunikasi setiap pagi membaca banyak koran dan situs berita, sekalian menentukan skor, misalnya dari sisi sentimen dan nilai konversi jika ukuran berita dihitung sebagai pemuatan iklan.

Tetapi kantor saya terakhir bukan agensi komunikasi melainkan media berita. Menyangkut penjaringan situs berita secara manual, saya tetap melakukan, terutama untuk berita daerah. Buat apa? Mulanya iseng. Lalu muncul ide saya jadikan infografik berita ringan sepekan. Tautan ke media sumber ada dalam artikel.

Infografik berita ringan - ringkasan sepekan - Beritagar — Blogombal.com

Saat itulah saya mulai menyadari, banyak situs media daerah miskin bahan lokal karena warganet sudah menyalurkannya ke media sosial. Berita yang saya maksudkan itu ringan, aneh, lucu, dan tidak penting.

Pada zaman prainternet, abad lalu, di tempat kerja pertama di Jakarta saya membaca hampir semua koran daerah, dari Serambi Indonesia (Aceh) hingga Tifa Irian (bukan harian). Koran sore Surabaya Post kami terima senja, diantarkan oleh kurir tua bersepeda dari Jalan Prapatan, Jakpus. Koran-koran asing tiba lebih dahulu, siang.

Selalu hidup dalam banjir informasi membuat saya, dan sebagian sejawat, jenuh. Ada beberapa teman yang saat krisis moneter mendera (akhir 1997—1998), selalu ingin tahu kurs rupiah terhadap dollar Amerika, namun malas berburu info. Saya sih tak berkepentingan karena tidak punya uang dollar.

Mereka yang hirau kurs itu, padahal belum ada kurs versi Google, selalu menanya seseorang, Bung Kurs. Dia cepat menjawab. Atau mencari pemutakhiran dengan menelepon.

Suatu kali saya terbahak-bahak saat teman yang hirau kurs tertawa, “Ngehek! Ternyata dia nyari info kurs cuma nelepon Citibank!”

Saya sejak lama tahu karena Bung Kurs sering memakai telepon di meja dekat saya untuk menelepon layanan info otomatis Citibank, misalnya tekan enam untuk kurs mata uang hari ini, dan seterusnya. Dia menelepon tanpa bercakap-cakap, cuma memijit tombol terus, lalu mencatat.

Dia tahu bahwa saya mengenali modusnya. Setiap kali selesai menelepon, dia mengangkat alis lalu mengedipkan mata. Saya merahasiakannya sampai akhirnya terbongkar.

¬ Foto tisu: Amazon.com

Tinggalkan Balasan