Oh, polisi!

Kalau semua polisi nggak bener itu dipecat, bukannya bakal timbul masalah dari pelayanan sampai yang lebih buruk?

▒ Lama baca 2 menit

Polisi Semarang memeras sepasang remaja di Semarang — Blogombal.com

Bagaimana sih citra polisi saat ini? Jika kita merujuk hasil survei Litbang Kompas, hasilnya membaik, lalu Mabes Polri mengutipnya: citra positif polisi naik, dari 66 persen pada Agustus 2023 menjadi 71 persen pada Desember 2023, lalu 73,1 persen pada Juni 2024 (¬ Mediahub.polri.go.id)

Infografik citra penegak hukum - Kompas — Blogombal.com

Kalau merujuk kasus dua orang polisi memeras sepasang remaja Rp2,5 juta di Semarang, Jateng (¬ Sindonews), yang belum jelas duduk perkaranya itu, analisis dari respons dan reaksi warganet di media sosial belum tentu menghasilkan pendaran magnitudo yang mengesankan. Kenapa? Isunya harus bersaing dengan isu lain, antarplatform pula.

Jadi, data itu penting atau tidak? Bisa ya, bisa tidak. Jika menyangkut persepsi terhadap suatu isu, misalnya pungli dan pemerasan oleh polisi, hasil yang terukur tergantung ruang waktu: di mana dan kapan. Ya, serupa jajak pendapat elektabilitas dalam pilpres dan pilgub. Ada persoalan relevansi dan aktualitas, dan juga sampel populasi responden. Untuk soal beginian biarlah para peneliti sosial yang berbicara.

Maka dalam persoalan citra polisi, saya di sini hanya dapat menghakimi secara sepihak: buruk. Bahwa polisi telah membekuk begal motor pedagang sayur, saya lupa di mana, pokoknya baru-baru ini, saya anggap itu memang tugas mereka. Harus bisa.

Bahwa “harus bisa” ternyata terbukti lebih banyak daripada sekian kasus pemalakan, pembunuhan ilegal terhadap warga, korupsi, penggelapan, dan entah apa lagi, tetapi hal bagus tak saya hitung, berarti itu tugas kapolri untuk memulihkan citra dan kepercayaan publik. Sengaja tidak saya sebut “oknum kapolri” supaya saya tak dianggap gagal paham soal bahasa.

Lalu apakah penghakiman saya terhadap korps kepolisian itu adil? Tentu tidak. Namun saya khawatir, pola pikir serupa saya juga meracuni benak banyak orang, dengan maupun tanpa pengukuran melalui survei dan analisis percakapan di media sosial, misalnya X.

Upaya pemulihan citra dapat dilakukan dengan strategi komunikasi, memanfaatkan konsultan kehumasan, namun jika tanpa bukti pemecatan semua polisi pelanggar kode etik profesi dan hukum, hasilnya cuma sementara.

Pendapat saya pasti akan dibilang naif. Kalau semua polisi nggak bener itu dipecat, Polri akan kehilangan berapa persen personel, lalu bagaimana dengan pelayanan masyarakat? Berapa lama rekrutmen untuk mengganti yang dipecat, dan adakah garansi dapat personel baru nan layak?

Ada juga soal lain, kalau semua anggota yang dipecat itu banding, apalagi sampai PTUN, dan menang, apa takkan menambah masalah? Kalau misalnya, tetapi semoga tidak, terjadi mutiny bagaimana?

Tinggalkan Balasan