Indonesia adalah negeri ajaib. Sering didengungkan bahwa bangsa ini berbudaya, punya adab, religius, dan entah apa lagi pokoknya, atau pekoknya, klaim diri serbaluhur serbamulia. Hukum tak pernah ditegakkan sehingga menjadi lelucon bahasa Inggris gaya tabrak: not law enforcement but low enforcement. Di atas hukum adalah etika dan moral, namun hal ini pun kerap diabaikan oleh mereka yang berposisi tinggi.
Di tengah situasi dan kondisi macam itu, sering muncul gerundelan absurd saat kita melihat mobil penumpang — bukan mobil barang maupun angkutan umum — berharga Rp800 juta ke atas menyerobot antrean atau parkir sembarangan. Bunyinya, “Punya mobil bagus kok nggak punya adab.”
Toyota Alphard ini masuk ke jalur bus Trans Jakarta. Menggunakan lampu kelap kelip warna biru dan klakson ‘flip flip totot totot’.
Petugas kepolisian lalu lintas ada di sebalah kiri dan ‘diam’ saja tidak menindak.
Kok bisa begitu?
📍Perempatan TB. Simatupang-Warung Jati Barat pic.twitter.com/9fgEqrHAxM
— Azzam Mujahid Izzulhaq (@AzzamIzzulhaq) January 29, 2025
Adab tak ada hubungannya dengan harga mobil. Namun karena kesal terhadap kelembekan etika, moral, dan hukum, masyarakat bisa menggerutu, “Bisa beli mobil bagus kok nggak sekalian beli sopan santun.”
Khalayak ramai maupun sepi paham bahwa sopan santun yang bukan basa-basi layanan bisnis itu tak dapat dihargai dengan uang. Artinya hal itu berbeda dari orang sipil pakai pelat nomor korps militer atau polisi, mana selalu didampingi patwal pula. Pelat nomor dan layanan itu ada harganya. Orang sugih mampu membeli.
Maka terhadap cuitan AzzamIzzulhaq di X, tentang Toyota Alphard masuk lajur khusus bus, hanya membuat orang geram namun respons yang muncul berbau ejekan terhadap orang di dalam mobil, dalam hal ini pemilik, bukan sopir. Kasus macam ini tak sekali ini terjadi. Misalnya polisi bertindak, itu karena atasan malu terhadap ejekan di media sosial.
Maka pertanyaan kita adalah sampai kapan orang abai aturan lalu lintas ini berlangsung? Kalau jawabannya sampai semua orang terpaksa berjalan kaki, itu pun salah. Di antara para para para para para pedestrian juga terjadi saling serobot dan saling halang serta saling potong. Yah, namanya juga negeri ajaib.
Lantas siapa yang akan lebih dulu kecapaian mengurusi soal beginian, warga atau penegak hukum? Kalau warga kecapaian, tugas penegak hukum akan lebih simpel: biarkan saja semuanya berlangsung.
Tetapi jika penegak hukum yang penat lebih dahulu, keadaan bisa lebih buruk. Setiap pelanggar aturan dan etika merasa dirinya adalah hukum. Lalu warga hanya bisa mengejek sampai menyumpahi mereka, namun pihak yang disasar telanjur bebal.
Persoalan besar di republik ini adalah mereka yang di atas bebal. Tak tahu malu. Padahal tiada tabib yang dapat menyembuhkan kebebalan pejabat dan pengusaha umpak-umpakan.
Tentu kehidupan tak berarti akan tamat, karena warga yang religius akan mendoakan orang-orang semprul sontoloyo itu segera insyaf dan berobat. Tak hanya dalam berlalu lintas tetapi juga korupsi.
Dalam kasus ini, orang-orang mengesalkan itu telah berjasa karena membuat orang lain selalu berdoa, termasuk mendoakan orang-orang yang jadi sumber masalah.
Mari kita songsong Indonesia (C)Emas 2045.
2 Comments
tapi beneran, di nJakarta ini memang luar biasa disparitas moralnya.
sebagai penikmat JORR sehari-hari, awal-awal masuk nJakarta masih heran sama tetot-tetot ndak jelas yang udah tahu jalanan parkir masih berisik dan menyilaukan mata.
makin kesini dan kesana, bersyukur saja bisanya. Alhamdulillah saya masih waras dan bermoral dengan berjalan sesuai marka serta tenang. paling kadang iseng melambatkan diri. sekedar biar ndak mudah-mudah amat mereka lewat.
Menjaga kewarasan di jalan itu harus selalu diusahakan. Jgn sampai terjebak street rage.
Lebih dari sekali saya sdh kasih sen kiri mau keluar tol Jatiwarna di JORR, ada saja mobil belakang yang kencang ambil bahu jalan. Kalo tabrakan pasti saya yang kalah krn dia spt terbang.
Tapi dalam soal beginian saya salut sama Mulyono. Pengawalan pagi dari Bogor masuk Jakarta gak berlebihan, patwal sopan. Tapi waktu itu msh banyak orang suka sama dia, sukarela kasih jalan.