Pita meteran logam dengan cangkang berwarna klepon itu sekrupnya sudah berkarat. Sekrup pada bagian tengah, untuk memegang klip, sudah terangkat. Tombol pelepas rem, agar pita kembali tergulung, sudah tak berfungsi. Meskipun demikian alat ini masih berfungsi.
Tentu saya juga masih mempertahankannya, karena meteran yang lain, lebih bagus, padahal tanpa embel-embel “professional”, raib entah ke mana. Mungkin ikut tukang atau dipinjam entah siapa. Untuk membeli pengganti saya merasa belum perlu. Apalagi kini adalah era berhemat apa pun.
Harga meteran itu murah. Di setiap toko bangunan pasti ada. Harganya mulai Rp8.000 per buah untuk yang 3 meter. Itulah kelebihan industrial Cina: selalu punya barang murah wa’ak sampai mahal bagus. Tetapi apakah setiap rumah tangga punya?
Soal punya tak punya perkakas itu menyangkut kebutuhan. Jika tak membutuhkan, buat apa beli? Misalnya suatu saat butuh, bisa beli atau pinjam tetangga. Atau, kalau terbiasa menyerahkan segala urusan kepada tukang pasti si tukang punya meteran. Saya masih memakai meteran, kadang untuk hal tidak penting.
Sekarang setelah ada meteran digital laser, demikian pula waterpas laser, apakah saya membelinya? Belum. Semoga tidak. Karena mahal, lagi pula merasa tak memerlukan. Tetapi misalnya ada yang menghadiahi tentu saya terima dengan senang hati penuh syukur.
Menyangkut perkakas, kalau barang lama yang buruk rupa masih bisa dipakai, kenapa mesti beli baru? Panci yang perung sebelah saja masih saya pakai karena istri saya tidak membuat konten video memasak. Perung, dalam bahasa Jawa berarti telinga yang copot.