Bukan hanya di Indonesia muncul aneka tanggapan positif terhadap acara makan malam di rumah Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen, di Kopenhagen. Begitu wajar, seakan pemimpin negeri jiran cuma bertandang biasa. Kesahajaan Skandinavia, orang bilang.
Padahal pesan yang disampaikan Frederiksen untuk rakyat dan masyarakat Nordik adalah kekompakan empat negeri serumpun menghadapi sikap umpak-umpakan Presiden AS Donald Trump untuk memiliki Greenland.
Seusai berbicara via telepon dengan Trump, dua hari lalu, Bu PM mengajak tiga pemimpin tetangga negerinya untuk makan malam di rumahnya. Tampaknya supper, santap ringan santai, bukan dinner yang merupakan jamuan formal dan lengkap.
Tetamu di rumah itu adalah PM Swedia Ulf Kristersson, PM Norwegia Jonas Gahr Støre, dan Presiden Finlandia Alexander Stubb.
Nordic tax tidak diprotes oleh warga Nordic karena jamuan kepresidenannya kayak gini. https://t.co/1dk444INZb
— Nabiyla Risfa Izzati (@nabiylarisfa) January 27, 2025
Dari banyak tanggapan di media sosial, ada satu meme yang menarik: perabot di ruang makan itu ditandai dengan menyebutkan produk IKEA beserta harganya. IKEA adalah jenama produk massal dari Swedia yang mendunia, dan tentu di kawasan Skandinavia perabot berdesain simpel sekaligus elok itu bukan barang mewah.
Lalu kenapa di Indonesia adegan meja makan Bu PM itu menarik? Dalam isu pajak, kita sering merujuk negeri Utara itu: pertanggungjawaban pajak oleh pemerintah jelas, dan gaya hidup pejabatnya biasa saja. Malah ada menteri berangkat pulang kerja naik kereta api, bukan dengan mobil dikawal polisi pakai sirene — apalagi cuma untuk mengambil dokumen tertinggal.
Baiklah, kondisi lalu lintas serta iklim di sana berbeda dari kita. Namun ketika rakyat kesal dengan aneka penyalahgunaan jabatan dan kemanjaan pejabat — aleman, kata wong Jawa — soal perbedaan situasi kondisi toleransi tidak penting.
Masih soal pajak, ada kasus pejabat Ditjen Pajak yang korup, antara lain Rafael Alun, tetapi keluarganya tanpa malu malah bangga memamerkan kekayaan tak halal. Sungguh dajal.
Di sini, dianggap wajar jika pejabat bermewah-mewah melewah. Makan siang menteri saat rapat kabinet pada era Mulyono Rp159.000/paket per orang (¬ lihat arsip).
Sekarang harga kebutuhan dapur naik. Belanja Rp100.000 di Jabodetabek cuma bisa makan sekadarnya untuk seisi rumah. Apakah anggaran makanan rapat kabinet akan turun? Misalnya tetap, padahal jumlah menteri, dan yang setara menteri, menggembung apakah tidak akan memberati anggaran negara?
Kesejahteraan anggota DPR juga bagus jika ditilik dari total perolehan, bukan hanya gaji pokok. Ada aneka tunjangan. Meskipun sudah kecukupan, ada juga anggota DPR yang membiarkan diri ditunjang kasus rasuah. Tepatnya: menunjangkan diri.
Tunjang dalam bahasa Jawa berarti tumbuk, tabrak. Bahkan pernah terjadi, anggota DPR memasang pelat nomor polisi untuk mobilnya. Padahal dia advokat, di parlemen duduk di komisi yang membidangi hukum.
Entahlah, dia ingin ditunjang dalam pengertian bahasa Indonesia, Jawa, atau apa. Kalau tunjang dalam arti kikil, tampaknya kurang pas untuk supper ala Nordik.