Sampai hari ini masih ada yang percaya bahwa madu asli tak akan didatangi semut. Tentu itu tidak benar. Bukankah madu mengandung glukosa dan fruktosa yang disukai semut?
Perbedaan glukosa dan fruktosa dapat Anda tengok di laman Hellosehat yang artikelnya sudah ditinjau oleh Dokter Andreas Wilson Setiawan. Setiap artikel seputar kesehatan sebaiknya sudah ditinjau oleh dokter.
Maka anehlah penulis kreatif di media berita daring yang asal rujuk konten dari situs luar negeri dan situs lokal yang tak direviu oleh orang berotoritas. Tentu skeptisme tetap kita perlukan. Namun dari artikel kesehatan yang sudah ditinjau dokter akan jelas kepada siapa publik minta pertanggungjawaban.
Untuk media berita, artikel kesehatan yang layak itu menanya dokter. Atau setidaknya si penulis merujuk artikel yang otoritatif, lebih bagus jika jurnal kedokteran.
Lalu bolehkah diabetisi mengonsumsi madu? Sudah banyak artikel membahas soal itu. Intinya tentu boleh asalkan mengenal batas. Artikel di Halodoc, yang telah ditinjau oleh Dokter Verury Verona Handayani, menjelaskan hal itu.
Menyangkut madu, Anda tentu tahu guyon lawas, khas bapak-bapak, bahwa madu yang tak 100 persen tulen pasti disukai semut. Sedangkan madu asli pasti bikin bini marah karena tak suka.
Lelucon lawas lain, juga khas bapak-bapak, yang tentu tak lucu bagi perempuan adalah tamsil madu dan racun. Pilih dimadu atau diracun.
Saya tak tahu asal muasal kata benda madu berarti istri kedua dan seterusnya, lalu kata kerja pasifnya dimadu. Namun kata kerja aktif memadu kasih tak berkonotasi negatif. Karena kata dasarnya padu, bukan madu, yang dapat berarti mempersatukan.
4 Comments
Padu = sikil papat di(a)du….
🏃♂️🏃♂️🏃♂️🏃♂️🏃♂️
Gojegan bocah.
Lalu disusul cangkriman sapi tidur berapa kakinya?
Pinten, Paman?
Lha ya tergantung jumlah sapinya berapa to, Lik Jun.