Sejak jalan layang yang hanya untuk mobil ini berfungsi, pelanggaran terus terjadi. Kalau perjalanan pemotor lancar, dia hanya melanggar satu hal yakni memasuki jalan terlarang. Kalau dia melihat polantas di kejauhan, dia akan memutar balik. Bisa juga informasi terlihat dari motor yang berbalik, melawan arah. Artinya dia melanggar aturan yang lain.
Jika dalam layar ponsel Anda kapsi foto Kompas (Rabu, 8/1/2025) ini kurang terbaca, inilah salinannya:
Pengendara sepeda motor melawan arus untuk menghindari polisi yang merazia pelanggar di Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Prof Hamka, Casablanca, Jakarta Selatan, Selasa (7/1/2025). JLNT tersebut kerap kali diterobos pesepeda motor untuk memotong waktu tempuh saat lalu lintas macet meski rambu larangan telah terpasang.
Lalu setelah tilang manual ditiadakan mulai Januari ini, untuk menghindari denda damai atau pungli dan sogokan, akankah pelanggaran dalam gambar takkan terulang? Republik ini adalah negeri yang adaptif terhadap pelanggaran. Maka saya pun skeptis.
Misalnya pun kita meniru Vietnam, pelapor pelanggaran lalu lintas beroleh persentase tertentu dari denda, jangan-jangan polisi akan minta bagian. Ini prasangka? Ya, mengingat citra polisi saat ini.
2 Comments
Saya juga mempunyai prasangka yang sama, dan sejumlah prasangka lainnya :D
Yeah, begitu banyak masalah di negeri yang sudah lama merdeka ini. Seperti tidak punya standar dalam aneka urusan. 🙈