Nona Nano tidak bisa disebut pensiunan wartawati karena masih menjalani profesi ini, sebagai koresponden media luar negeri. Namun dia ada di beberapa grup WhatsApp yang isinya pensiunan wartawan. Nona diikutkan dua grup WA karena pernah menjadi bagian dari korps yang mengalami PHK.
“Tapi aku pasif, Oom. Sungkan mau cabut,” kata Nona.
“Cuma baca seperlunya, soalnya nggak nyaman, nggak nyambung?” tanya Kamso. Nona mengangguk.
“Emangnya topik yang dominan apa, Non?”
“Nostalgia semasa jadi wartawan, membahas gosip seputar sumber berita pada masanya, dan berbagi tip kesehatan yang sering kali ngaco, nggak merujuk ke situs yang otoritatif. Nggak beda ama bapak-bapak lain termasuk papaku, Oom.”
“Lah namanya pensiunan ya gitu.”
Lalu Nona menyebut mereka seperti tak peduli terhadap arah jurnalisme di Indonesia. Pernah dia sesekali nyentil aneka isu. Misalnya publisher rights, pernyataan asosiasi media siber yang tak mungkin melakukan peliputan mendalam, judul yang cuma click bait, tuturan berputar-putar dalam halaman bersambung, iklan terselubung, salah kaprah dalam bahasa media, jurnalisme data, sampai atribusi sumber gambar.
“Buatmu itu penting tapi mereka nggak merespons, gitu Non?” tanya Kamso.
Nona mengangguk, tersenyum kecut, “Aneh mereka itu, Oom.”
“Buat mereka, kamu itu yang aneh, mikirin hal yang mereka nggak tertarik selain masa lalu. Mungkin mereka tahu diri, udah nggak kerja di media lagi, jadi nggak usah membahas gituan.”
“Mungkin, Oom. Mereka nggak capek ngomongin gimana bikin konten one-man media yang menghasilkan cuan, monetization, tapi nggak melakukan, cuma satu dua yang melakukan sambil belajar dan berhasil. Sisanya sibuk mendiskusikan gimana memulai tapi nggak segera start.”
¬ Gambar praolah hasil AI di Freepik
3 Comments
🤣🤣🤣🤣🤣
Ngakaknya kayak puwaasss gitu 🙈
🤣🤣🤣🤣🤣 (2)