Mendengar versi ori lagu “Karmila” (1977) oleh Farid Hardja (1960—1998), yang intronya mirip “Peace of Mind” (Boston), dulu saya jengah. Seorang pria dewasa mencumbu gadis kecil sebelas tahun. Farid saat itu 27. Itu jelas bukan pacaran cinta monyet yang dengan bertatap muka dan berpegangan tangan sudah merasa melayang sampai pelangi.
Ku kenal dikau lalu jatuh cinta bagai pertama
dan kucumbu dikau penuh kasih mesra bagai cerita
Kau berulang tahun, kutuang minuman ke dalam gelas
pada saat itu kutahu usiamu baru sebelas
Dalam “Karmila” (Juli, 2024) versi Kadri Mohammad, pengacara sekaligus rocker (atau sebaliknya), usia si gadis dalam lirik sudah direvisi menjadi “tututujuhbelas”. Menurut UU Pelindungan Anak dan UU HAM, di bawah 18 tahun itu masih tergolong anak, belum dewasa.
Baiklah usia 17 berpacaran itu biasa. Komik roman zaman dulu, novel pop, hingga film remaja hari ini punya kisah itu. Romansa yang tertampilkan tak mengarah ke lirik Farid. Kadri (61) mengemas ulang sambil membayangkan keriangan semasa remaja.
Saya tertarik membahas “Karmila” justru karena baru tahu Kadri meng-cover lagu itu setelah saya menengok single baru “Bareh Solok” (Desember, 2024), lagu Minang karya Nuskan Sjarif (1935—2007).
Karmila, yang menjadi judul lagu Farid, saat itu dalam benak khalayak identik dengan nama tokoh dalam novel Marga T. (1943—2023), Karmila, yang mulanya menjadi cerber di Kompas.
Kemudian cerber dibukukan dengan judul sama (Gramedia Pustaka Utama, 1973), dan difilmkan bertajuk Karmila (Ani Prijono, 1974), serta dr Karmila (Nico Pelamonia, 1981), dan akhirnya serial televisi Karmila (Indosiar, 1997—1998).
¬ Foto kaset Farid: Sulistyono90 Tokopedia; Foto Kadri: @KadriJimmo X