Kesepian di hari tua, rumah kecil terasa luas

Ada romantisisme kebersamaan yang geripis, terutama bagi kaum ibu karena mereka yang melahirkan anak-anaknya.

▒ Lama baca < 1 menit

Rumah pensiunan yang sepi — Blogombal.com

Dia dan istrinya adalah orang kesekian yang mengatakan setelah anak-anak berkeluarga, mereka kesepian. Cucu datang tak bisa setiap waktu karena anak dan cucu di kota lain.

Alasan yang aku dengar sama dengan lain, yakni sedikit bernada sesal mengapa dulu merenovasi rumah sehingga bertambah luas. Mereka generasi ikut KB, anak hanya dua, namun akhirnya rumah mereka yang dua lantai berisi lima kamar tidur, termasuk kamar asisten rumah tangga.

Itu pun masih kurang. Masih ada ruang lain yang merupakan perluasan ruang keluarga. Adapun ruang tamu jarang terpakai karena mereka jarang menerima tamu formal. Kerabat yang datang lebih suka ngobrol di meja makan dan ruang keluarga.

Rumah hanya berisi hiasan tanpa jiwa, kira-kira demikian jika aku membahasakannya. Kenangan setiap suvenir perjalanan hanya diresapi suami dan istri. Maka mereka merasa makin kesepian.

Rumah besar mahal perawatan. Kalau dua lantai, naik turun tangga akan meletihkan. Bahkan pasangan yang punya satu anak dan tidak memperbesar rumah akhirnya merasa rumahnya terlalu luas dan kesepian makin mendera setiap kali anaknya tugas lama ke luar kota dan luar negeri.

Pasangan yang itu, yang berbeda lagi, sudah mencium gelagat namun tak masygul saat pandemi dan kedua anak mereka belum menikah. Saat Covid-19 meraja, anak-anak bekerja di kamar, di luar jam kerja pun di kamar karena dalam kamar ber-AC tetapi dapat mengakses wi-fi tak memerlukan televisi.

Ponsel, tablet, dan laptop menjadi pengganti televisi. Padahal televisi serupa pendiangan orang Barat zaman terlewat: tempat berkumpul keluarga selain meja makan.

Saat pandemi, tak selamanya anak-anak keluar dari kamar ke meja makan karena masing-masing memuaskan selera dengan memesan makanan melalui ponsel. Kalaupun mereka di meja makan hanya sebentar.

Mendengar ragam cerita mereka aku tak menyalahkan apa pun dan siapa pun. Mungkin zaman memang terus berubah. Ada romantisisme kebersamaan yang geripis, terutama bagi kaum ibu karena mereka yang melahirkan anak-anaknya.

2 Comments

devie Jumat 10 Januari 2025 ~ 10.47 Reply

kebetulan, rumah di Darjo kedapatan tetangga pasangan sesuia Bapak dan Ibu, dengan anak2 yang seumuran saya dan pada sudah keluar kota.

dalam obrolan2, yang disampaikan mirip. mereka melepas rumah besarnya dan pindah ke rumah kecil di tempat saya karena merasa sepi itu.

dan ada 1 pesan yang akhirnya saya implementasikan. “ra usah ditingkat omahe Mas. lak pengen luweh gede, golek omah waw maneh opo piye carane iki dicukupke, ojok ditingkat. rekoso tenan lak wes tuwo ngeneki.”

Pemilik Blog Jumat 10 Januari 2025 ~ 14.33 Reply

Betul. Rumah tingkat tanpa lift adalah masalah bagi orang sepuh. Saya pernah memosting itu.

Tinggalkan Balasan