Guyon bapak-bapak boomers yang lahir sebelum 1960 saat menceritakan oleh Mbak Pramusaji ditawari ingin minum apa adalah, “Es teh, manis.”
Garing, memang. Para bapak itu mungkin kini sudah sangat mengurangi konsumsi gula.
Saya teringat guyon jadul itu ketika pagi hari mendapati gerobak es teh manis masih tutup. Kesan saya, saat ini di mana-mana ada penjual es teh manis, menggeser penjual es jus buah dan es bubuk sasetan. Bahan penjual jus pun ada yang menambahkan gula cair.
Jajanan yang lebih disukai bocah maupun orang dewasa adalah minuman manis dingin. Karena mencemaskan kesehatan masyarakat, pemerintah akan memungut cukai untuk minuman manis dalam kemasan. Serupa perlakuan untuk produk tembakau dan minuman beralkohol.
Persoalan konsumsi gula berlebihan adalah akibat, antara lain obesitas dan diabetes melitus tipe 2. Di sini pemerintah belum melarang penjualan paket makanan siap saji yang menyertakan minuman manis. Mestinya minuman manis tidak dijual bersama ayam goreng, burger, dan sebagainya, melainkan terpisah.
Menyangkut es teh manis, sebenarnya setiap rumah tangga dapat membuatnya. Demikian pula dengan es setrup, sebutan jadul untuk es sirop. Dengan bikin sendiri, takaran gula bisa disetel. Syukur jika akhirnya orang dapat menikmati es teh tanpa gula, begitu pun kopi tanpa gula, panas maupun dingin.
Hal yang merepotkan soal anak adalah jajan di luar rumah. Es manis banyak yang menjajakan. Mengudap bersama teman memang lebih mengasyikkan ketimbang menikmati bikinan sendiri di rumah.
Tentu, jika seorang anak harus menjalani cuci darah belum tentu simpul muasal dari gagal ginjal akibat konsumsi gula berlebihan.
Part 2 pic.twitter.com/3A5RqFFkL2
— dr. Arifianto, Sp.A(K) (@dokterapin) August 6, 2024
¬ Infografik: Kompas.id