Ketika awal tahu ada cokelat Krakakoa, saya langsung teringat cara orang berbahasa Inggris menyebut Gunung Krakatau, yakni Krakatoa. Produsen cokelat ini dengan cerdik meramu kata kokoa dari kakao dan Krakatau agar kesan Indonesia lebih tebal.
Desain kemasan Krakakoa itu cantik dan bercita rasa tinggi. Saya suka. Rasa cokelatnya pun enak. Klaim diri single origin, artinya dari kebun yang sama di suatu wilayah, bahkan dari musim petik yang sama, adalah sebuah janji. Penjual kopi juga melakukan itu.
Lalu apa lagi yang menarik? Selain citra fair-trade, jual beli yang adil dan saling menguntungkan dengan petani, adalah pesan lingkungan. Salah satu edisi Krakakoa menampilkan tarsius atau krabuku (Tarsius tersier), primata endemik dari Sulawesi, sesuai kakao edisi ini, Saludengen.
Intinya dalam kemasan ada informasi edukatif. Tentang produk dan prosesnya sejak dari hulu hingga pesan lingkungan. Keberadaan tarsius dalam IUCN berstatus rentan.
Apakah semua produk bisa begitu? Bisa sih. Tergantung jenis produk dan konsumen yang disasar. Cokelat batangan bukan mi instan karena isinya tak habis dalam sekejap lalu bungkusnya dibuang. Bagi konsumen cokelat, ada kesempatan untuk mengamati kemasan yang keren dan membaca pesan. Produk berlanggam butik lebih berpeluang untuk melakukan hal itu.
¬ Foto tarsius: Wikimedia Commons CC BY-SA 4.0
¬ Bukan tulisan berbayar maupun titipan
2 Comments
Nah ini baru juara cokelat Indonesia, ya, Paman. Kalau beli di toko daring pun pengemasannya rapi dan hati2 banget. Semoga tetap terjangkau hikss, biar makin banyak orang Indonesia tahu cokelat lokal bisa selezat itu
Betoolll Mbak Mpok.
Cokelat lokal, ya bahannya dari sini.
Cokelat luar? Bahannya antara lain dari sini.
Abad lalu ada guyon masam, Nestlé itu menguasai kebun kopi dan kakao di Amerika Latin (dan Afrika?) yang luasnya melebihi Swiss. Saya tak tahu data luassn lahan yang dimaksud