Saya tak tahu pasti sejak kapan pengumuman lelang — orang Malaysia bilang “lelong” —itu tertempel pada dinding luar rumah. Seingat saya sih awal tahun ini sudah ada. Karena pengumuman masih terpasang, saya menyimpulkan rumah itu belum laku.
Menjual rumah memang tak mudah. Kalau rumah yang dijual tak ada yang merawat, rumah akan rusak. Di dekat saya ada sebuah rumah mangkrak, sudah tujuh tahun tak ditempati. Pemiliknya tak pernah menengok.
Tetangga sebelahnya, tanpa diminta, sebulan sekali membayar tukang untuk membersihkan halaman agar semak dan rumput tak rimbun, sehingga tak jadi sarang ular. Namun ketika dua bulan lalu rumah itu laku, si pemilik tak menunjukkan keingintahuan kenapa halaman tak menjadi taman belukar. Padahal kalau rumah tertelan belukar, menjadi sarang ular, mungkin harga jual tanahnya juga merosot.
Tentang lelang melelang saya belum pernah ikut sebagai penjual maupun pembeli. Untuk harga rumah dan mobil tentu saya harus dibantu ahli taksir atau penilai. Tetapi yang lebih mendasar, saya tak punya uang untuk beradu beli dalam lelang. Kalau ada uang sih urusan appraisal mudah. Teman istri saya ada yang sering membeli rumah lelang lalu dijual lagi. Dia memang paham bisnis.
Saat masih kelas tiga SD saya pernah iseng sepulang sekolah mampir ke pendapa pegadaian berisi kerumunan lesehan. Ternyata ada lelang barang agunan, dalam bahasa Jawa. Setelah dewasa saya baru tahu pemenang lelang adalah orang-orang itu juga, mereka bisa menjegal pemain baru dengan memberikan penawaran tak terkalahkan.
Kata lelang mengingatkan saya pada lagu penimang anak dalam bahasa Jawa: tak lela lela lela legung… Pelelangan yang ada setiap hari itu di pasar ikan pelabuhan perikanan.
2 Comments
Yang saya ingat ledhung, bukan legung. Barusan cek, nemu antara lain ini
https://m.wowkeren.com/lirik/lagu/waldjinah/lelo-ledhung.html
Oh lédhung ding ya 🙏😇👍🌹