Sore tadi, sambil berteduh di warung, saya ditraktir nasi bebek Madura. Mata saya terkesan oleh lukisan besar pemandangan. Bukan sawah dan gunung melainkan ngarai dan air terjun. Biasanya warung makan tradisional memasang lukisan cat minyak kanvas ala mooi Indie, tentu bukan dalam ukuran besar.
Lukisan di warung ini hasil cetak digital. Resolusinya bagus. Berkas mentahnya mungkin dalam format vektor atau JPEG yang besar. Teknologi cetak digital telah memberi kemudahan untuk mendekorasi dinding. Pembajakan karya dianggap jamak.
Selain ingat mooi Indie entah kenapa saat menatap lukisan di teras warung itu saya teringat Roger Dean. Karya surealistis Dean mewarnai perjalanan musik rock masa lalu. Jika kini ada warung memasang karya Dean, atau yang mirip itu, besar kemungkinan pemiliknya sudah lansia, waktu muda menggemari Yes. Logo band Yes, dan beberapa sampul albumnya, adalah karya Dean. Demikian pula sampul album band Asia.
Kini dalam era kecerdasan artifisial, karya ala Dean juga bisa dibuat dengan prompt yang relevan. Di galeri Midjourney, yakni Midlibrary, ada. Bermacam efek visual oleh AI sudah lumrah — ada sih yang mudah ditiru tanpa AI: gaya Piet Mondrian. Untuk tulisan saya membayangkan teks bergaya Remy Sylado hasil AI. Hasil karya mesin tampaknya menarik untuk bahan belajar. Demikian pula jika nanti AI mengolahkan teks artikel dan berita gaya Medan Prijaji, namun hal itu tak menggantikan penikmatan karya asli.