Saat mata saya terantuk lampu petromaks yang digantungkan para gerbang taman, bagian dari halaman rumah, saya pun membatin generasi yang terakhir mengalami lampu pompa itu sekarang umur berapa?
Saya menduga, generasi di bawah 35 tahun tak mengalami, hanya tahu dari cerita dan foto keluarga. Kalaupun mereka melihat langsung, itu bukan di rumah melainkan di luar, dari gerobak dorong penjual makanan, warung tenda, sampai lapak di pasar di pinggir jalan.
Saya mengatakan begitu karena pada tahun 2000 lapak di pelataran dan jalan depan pasar pada malam hari hingga subuh masih menggunakan petromaks. Di tempat itu ada penyedia petromaks sewaan. Sore hari biasanya anak buah juragan petromaks sudah menyiapkan sumber cahaya. Minyak tanah sudah terisikan ke tangki lampu. Kaca lampu sudah bersih.
Petromaks — dari merek Petromax seperti halnya Stormking yang diucapkan “strongking” — meredup dari peredaran berbarengan dengan penetrasi Elpiji tabung melon 3 kilogram bersubsidi. Adapun subsidi minyak tanah dihapus mulai 2007. Kemudian harga lampu LED berbaterai cas ulang kian terjangkau, para pedagang keliling pun terbantu.
Tetapi pengandaian saya bahwa generasi di bawah 35 tahun tak mengalami petromaks di mungkin salah. Untuk sebagian besar wilayah di Pulau Jawa bisa benar. Eh, pada 2018 teman saya, seorang pewarta foto, merekam kehidupan sebuah kampung tanpa listrik di Jonggol, Kabupaten Bogor, Jabar. Listrik swadaya, dengan generator sampai sel surya, tidak ada. Dari PLN juga tak ada.
Lalu, masih adakah penjual minyak tanah? Ada. Tapi tidak berkeliling dengan gerobak. Harga seliter di area saya sekitar Rp17.000. Di lokapasar juga dijual Mitanku, minyak tanah produksi Pertamina. Harga seliter Rp30.000.
4 Comments
Sampai awal 2000an pasar sayur di Kebayoran Lama masih pakai petromax. Bener ada yang menyewakan.
Rumah di kampung, sejak tahun 1970 udah pakai listrik, 100 watt aja. Petromax hanya klo lagi giliran, biasanya pas musim kemarau.
Iya zaman dulu ada yang 100VA, tegangan 110V. Pada 1980-an mulai dikonversi ke 220V, daya minimum kalo gak salah 450VA, mulai pakai meteran, bukan bayar rata langganan.
Petromaks sangat perlu saat oglangan, supaya anak-anak bisa belajar dan kerjain PR
Sekitar tahun 1980 (44 tahun silam) keluarga saya memakai petromaks (dan teplok). Kala itu kondisi ekonomi mami saya (setelah ditinggal sedo papi saya) menurun sehingga terpaksa mengontrak rumah di pinggiran Kota Solo, tepatnya masuk wilayah Kabupaten Sukoharjo, dan rumah itu tanpa aliran listrik….
🙏💐
Semua sudah berlalu.
Di kompleks saya, para penghuni mula-mula mengalami tanpa listrik, hanya ada tiang dan instalasi. Mereka pakai petromaks.
Di Salatiga, banyak rumah dialiri listrik pada 1983. Telepon mulai merata pun mulai 1988.