Bising sing singggg…!

Kelak setelah semua motor dan mobil berlistrik, kebisingan berkurang namun jalan kian sesak.

▒ Lama baca < 1 menit

Kebisingan kendaraan di jalan raya maupun lingkungan bikin stres  — Blogombal.com

“Nasib!” kata kawan saya itu, agak berteriak, karena kami jalan bersama di pinggir marga yang trotoarnya menjadi deretan warung tenda.

Kami tak dapat saling mendengar dengan jelas. Lalu lintas bising sekali oleh suara knalpot mobil dan motor. Bagi dia itu nasib orang kota besar. Namun setahu saya orang kota kecil juga mengeluh lingkungannya makin bising. Di jalan kompleks yang bisa menjadi jalan tembus maupun kampung, asalkan motor bisa lewat pasti bising.

Barusan saya berkumpul di rumah seseorang. Rumahnya di gang yang pada beberapa ruas bisa untuk dua mobil berpapasan dengan sangat pelan. Saya ingat sepuluh tahun silam gang itu tidak sebising tadi, padahal saat itu sepeda motor sudah banyak.

Tadi begitu riuhnya suara dari gang depan rumah, ditambah suara Toa, sehingga dalam rumah itu kami tak dapat saling mendengar dengan baik, apalagi jika duduknya berjauhan.

Tanpa merujuk data, kita sama-sama tahu jumlah kendaraan bermotor bertambah terus. Tadi sepulang acara, pukul setengah sembilan malam, saya dan istri berjalan kaki namun tidak bisa jejer, harus seperti menyusuri pematang sawah.

Gang itu ramai oleh motor dan sesekali dilewati mobil. Kami tak dapat saling mendengar dengan jelas, apalagi istri di depan, saya di belakangnya. Saya kerap jalan kaki melewati kampung itu. Kesan saya, orang pergi sejauh seratus meter pun naik motor. Hanya anak kecil usia SD yang saya lihat berjalan kaki dan naik sepeda, bahkan pada malam hari seperti tadi.

Saya berharap kesan saya salah. Apalagi saya tadi tak memotret karena tangan saya mencangking tas agak berat, sangu dari sahibulbait. Namun Anda pun mungkin punya kesan yang sama.

“Ini soal duit,” kata teman saya yang lain, saat kami berkumpul di rumah seseorang, berlokasi dalam kluster yang cuma likuran rumah, bagian dari real estat yang menjorok ke dalam, banyak pepohonan, padahal gerbang utama permukiman di tepi jalan yang paralel dengan jalan tol JORR. Di rumah itu suasananya tenang. Rumah kecil di sana enam tahun lalu berharga di atas Rp1 miliar.

Tabel kebisingan lingkungan masyarakat
RIUH | Standar kebisingan di Indonesia menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP-48/MENLH/11/1996. Sumber: GeoNoise

Saya membayangkan, kelak setelah semua mobil dan motor berlistrik, mungkin kebisingan berkurang, namun jalan makin sesak. Apalagi jika semua orang dibiarkan membuat warung mepet ke jalan, bahkan tanpa tempat parkir motor.

Mestinya semua tempat usaha meniru Alfamart dan Indomaret: banyak yang memiliki parkiran.

¬ Ilustrasi dihasilkan oleh kecerdasan artifisial

4 Comments

Junianto Sabtu 14 Desember 2024 ~ 19.03 Reply

Kelak setelah semua mobil dan sepeda motor berlistrik? Nah, di lingkungan saya cuma ada satu pemilik sepeda listrik, tiap hari dipakai dledar-dleder turut kampung oleh anak sang pemilik, tapi sudah lebih dari sebulan tidak kelihatan, ternyata akinya soak dan pemilik ogah beli aki karena menganggapnya mahal.

Pemilik Blog Sabtu 14 Desember 2024 ~ 21.51 Reply

Lha kan kelak setelah ekosistem matang, dan seleksi pasar sudah mantap sehingga merek lbh sedikit, lalu baterai antarmerek sama.

Ada bahayanya sih buat motor. Krn senyap tnp knalpot, padahal disiplin payah, mobil mundur lagi keluar dari rumah gak denger, tahu-tahu gabrus

Widodolestari Sabtu 14 Desember 2024 ~ 00.33 Reply

Soal naik motor, setuju banget. Juga rumah di kampung. Kami yang tak punya motor, jadi ke warung 200an meter jalan kaki jadi aneh. Dan sering ditawari mbonceng motor.

Pemilik Blog Sabtu 14 Desember 2024 ~ 00.47 Reply

Saya juga tak punya motor, ke warung atau minimarket jalan kaki atau naik sepeda. Kalo lagi jalan ada saja yang bertanya, “Kok jalan?”

Tinggalkan Balasan