Memang saya sering merujuk Kompas, namun saya bukanlah pendengung (buzzer) berbayar maupun sukarelawan dari koran Kompas dan Kompas.id — bedakan dengan Kompas.com. Nah, melihat cara koran Kompas mengiklankan diri itu menarik.
Tempo hari Kompas, yang secara resmi menyebut diri Harian Kompas, tetapi tetap mengenal prei terbit pada hari raya/libur nasional, mengiklankan dirinya di koran. Inti pesan: mengajak pembaca menikmati konten dalam media cetak bernama koran.
Lalu iklan yang baru mengajak pembaca untuk menghadiahi orang sepuh dengan paket berlangganan koran. Saya sebut sepuh karena yang dicontohkan adalah orangtua dan orang yang pernah menjadi gurunya pembaca. Foto yang terpasang pun seorang pria lansia.
Dalam tafsiran saya, garis bawah pesan itu adalah mempromosikan diri bahwa koran masih relevan bagi segmen usia tertentu. Ada nilai nostalgik media kertas yang ditawarkan di tengah kepungan media digital.
Bahwa isi koran adalah kabar telat, bagi kaum sepuh mungkin justru perlu untuk mendapatkan perspektif dengan pembacaan tanpa terburu-buru, karena informasi selintas sudah mereka dapatkan dari televisi dan media sosial.
Ibu saya, 92 tahun, di Yogyakarta masih membaca koran dan mengisi TTS. Koran dia beli secara eceran setiap hari, diantarkan ke rumah, agar dapat berinteraksi dengan loper. Jika tak sempat bersua, Ibu meninggalkan uang di teras.
2 Comments
Berbicara soal Kompas, saya pernah membelikan ibu saya buku TTS Kompas edisi ke-25. Untungnya beliau senang sekali menerima hadiah tersebut dan sampai saat ini masih mengisinya di kala senggang.
Namun, perihal langganan koran, beliau tidak pernah memaksakan saya untuk berlangganan Harian Kompas cetak karena berhubung harga langganannya yang cenderung mahal.
Beruntung sekali ibu saya sudah lumayan piawai dalam menggunakan gawai, jadi ada pertimbangan untuk memberikan langganan Kompas.id kepada beliau.
Saya merasa langganan Kompas sekarang juga mahal. Padahal ada masa saya dulu langganan tiga koran. Dulu banget sih, karena mobile internet belum ada, bahkan ponsel pun belum semua GPRS.
Salah satu koran adalah The Jakarta Post supaya anak saya belajar bahasa Inggris, tidak seperti bapaknya yang bahasa Inggrisnya buruk. 🙈