Di atas tanggul kali yang sudah dilapisi batu ampar (paving block) itu ada timbunan puing bangunan. Paling banyak adalah puing beton dan ubin keramik. Ada juga pecahan genting. Tentu, tanggul yang dirapikan, juga dengan pohon peneduh dan tanaman hias, itu tak dibuat untuk tempat membuang puing.
Yang menjadi masalah bukanlah tanggul apalagi bantaran, melainkan puing bangunan. Untuk mengenyahkan puing harus ada tempat. Misalnya pun menemukan lokasi, untuk membuang ke sana butuh ongkos. Maka banyak pemilik proyek bangunan memasang maklumat “puing gratis“.
Tetapi akan menjadi masalah jika tak ada orang yang sudi mengambil puing karena sedang tidak membutuhkan. Kalau saya dulu memanfaatkan puing bongkaran rumah lama untuk menimbun tanah, di lokasi yang sama, sebagai cara untuk meninggikan dasar bangunan karena saat itu saya memperkirakan sepuluh tahun mendatang banjir akan bertambah tinggi. Dan terbukti. Padahal saat itu deretan rumah saya bukan pelanggan banjir saat hujan gila berlama-lama.
Membuang barang dan sampah memang bukan hal mudah. Jika barang padat keras ditimbun sembarangan, selain mengganggu pemandangan dan menyita ruang juga bisa menjadi sarang ular. Musim hujan, Desember—Februari, telur mereka di tempat lembap yang terlindung dari predator itu menetas, sebagai hasil perkawinan musim panas.
Sebuah proyek rumah yang mangkrak di area saya pernah dihuni piton sepanjang dua meter lebih. Di tempat lain, timbunan macam itu menjadi rumah anak-anak kobra. Sila cek arsip berita.