Siapa yang aneh, Mulyono atau PDIP?

Mestinya, demi disiplin partai, PDIP menempuh langkah administratif saat memecat seorang anggota yang mana pun.

▒ Lama baca < 1 menit

Siapa yang aneh, Mulyono atau PDIP?

“Kuwi piyé to, Mas? Setiap kali ada isu status keanggotaan Mulyono dan keluarganya di PDIP, pasti muncul jawaban dari partai kalo mereka sudah bukan anggota. Keanggotaan batal otomatis, kayak di gym eksklusif. Eh kalo di partai, orang pecatan nggak bisa nongol lagi, udah cemar namanya,” kata Jeng Kelly Tan saat bersua Kamso di tempat cuci mobil.

“Ndak tau, Jeng. Kapan mecatnya, kita juga ndak tau,” sahut Kamso.

“Mestinya pake surat pemecatan, diumumkan ke publik, supaya jelas buat semua, termasuk partai yang mau ambil keluarga itu.”

“Lha PSI kan udah nyebut diri partainya Mulyono?”

“Halah, partai ndak tau malu itu? Maksudku bukan itu…”

“Lha itu Golkar udah kasih member card. Aku nggak tau di AD/ART partai banteng gimana. Kalo harus pake sidang etik, misalnya ada, itu di tingkat DPC, DPD, atau DPP? Tapi kalo dipanggil sidang, belum tentu bapak, anak, dan menantunya datang. Kalo cuma diminta balikin kartu, yang bisa buat koleksi itu, entar dikirim via Gosend, yang nerima satpam atau staf sekretariat partai.”

“Kalo di kantorku dulu orang dipecat atau resign kan balikin ID card, barang inventaris dari mobil sampe laptop. Ada surat putus hubungan. Mestinya gitu kan, Mas?”

“Mungkin partainya emang aneh. Kalo ketua umum bilang dia bukan anggota kita lagi, yang di bawah cuma nurut, nggak ada follow up resmi dari sekjen.”

“Anak kos atau penyewa apartemen bandel aja kalo dikasih peringatan tapi cuek terus, barangnya dikeluarin, kunci diganti, atau kodenya diganti, pake dokumen dan foto, disaksikan satpam atau manajemen kalo di apartemen.”

“Emang partai sama dengan indekosan? Emang sih di partai bisa ada ibu kos galak. Di partai orang tuh nggak ninggal barang, kecuali staf sekretariat. Di partai, orang cuma ninggal nama baik atau nama buruk.”

¬ Gambar praolah: Liputan 6, Antara

Tinggalkan Balasan