Foto dalam salah satu artikel serial laporan khusus brain drain — ada yang memadankannya menjadi “pelarian intelektual” — di Kompas ini menarik bagi saya. Seorang bocah perempuan menulis dengan mata sangat dekat ke kertas. Memang, artikel tersebut tak membahas kesehatan mata.
Sebagai foto jurnalistik, informasinya dalam kapsi lengkap:
Felicia Dahayu, pelajar berusia 12 tahun dari SD Negeri 1 Pesanggaran, Banyuwangi, Jawa Timur, saat sedang serius mengerjakan soal matematika pada Rabu (30/10/2024) di Jakarta. Dia merupakan salah satu peraih medali emas Olimpiade Koding Internasional, di Chonnam National University, Yeosu-si, Korea Selatan, awal November 2024.
Nah, dalam foto tampaklah Felicia sedang menulis, wajahnya dekat sekali dengan buku tulis. Mungkin sejengkal tangan orang dewasa. Secara umum kita tahu, jarak bagus mata dengan kertas itu 30—40 cm.
Saya berasumsi, bagi setiap anak usia tujuh tahun ke bawah, ergonomi meja dan bangku TK itu pas. Postur tubuh saat mereka duduk tegak menentukan jarak mata dengan permukaan meja. Misalnya bukan dengan meja dan bangku TK, meja SD berkursi tinggi untuk anak yang lebih tua, dengan daun meja miring, adalah perabot yang tepat.
Saya dan generasi yang lebih muda mengalami guru dan orangtua selalu mengingatkan kami saat menulis. Mata jangan terlalu dekat ke kertas. Bahkan guru saya dulu berkeliling membawa mistar 30 cm agar dahi anak menjauh dari kertas, jangan hanya sejengkal tangan guru, agar ketajaman mata tak lekas menyusut. Guru dan orangtua juga mengingatkan bahwa duduk tegak itu lebih sehat.
Kita tahu, membaca buku dan ponsel serta tablet sambil tiduran maupun tengkurap juga akan mendorong anak mendekatkan mata ke bacaan dan tontonan karena tangan dan leher serta punggungnya menjadi pegal.
Kini sebagai ayah dan bunda, paman dan bibi, atau kakek dan nenek, apakah Anda selalu mengingatkan anak soal tadi?