Salah satu topik hangat pekan ini adalah pernyataan pengurus PDIP Deddy Sitorus bahwa Jateng bukan lagi kandang banteng melainkan kandang bansos. Deddy adalah ketua bidang pemenangan pemilu dalam DPP PDIP.
Di beberapa daerah, cagub yang diusung PDIP kalah. Yang mencolok adalah Pilgub Jateng, karena Andika Perkasa dan Hendrar Prihadi menurut sejumlah penghitungan cepat hanya beroleh 41,69 persen suara. Sedangkan lawannya, yang diusung KIM Plus, yakni Ahmad Luthfi dan Taj Yasin, meraih 58,31 persen suara.
Beberapa media dan pendukung Andika bilang karena pihak rival menggunakan bantuan sosial (bansos) dan didukung oleh personel Polri untuk menekan perangkat desa agar memilih Luthfi. Maka kata Deddy Kamis lalu (18/11/2024) di Jakarta, Jateng bukan hanya berubah dari kandang banteng menjadi kandang bansos tetapi juga kandang parcok, alias partai cokelat, yang artinya seragam polisi.
Di DPRD Jateng yang berisi 120 kursi, PDIP menduduki 33 kursi, disusul PKB (20), Gerindra (17), Golkar (17), PKS (11), dan seterusnya dengan kursi paling sedikit untuk PSI (2).
Singkat cerita, cagub Jateng dari PDIP kalah di kandangnya sendiri. Kambing hitam utama tentu Mulyono. Presiden Prabowo Subianto juga punya andil menghalangi Andika.
Yang menjadi masalah, Mulyono sejak dulu amat pede, tak peduli dengan semua tudingan bahwa dirinya curang, tak etis, bahkan sebelum Mahkamah Konstitusi menggelar karpet merah untuk anak sulungnya yang dititipkan ke Bowo.
Karena Mulyono pede dan amat yakin dirinya benar, maka pendukungnya juga mengikuti. Di mata mereka semua orang yang menyoal skandal MK dan seterusnya, hingga Pilkada 2024, adalah orang yang tidak move on, selalu melihat kaca spion.
Ini seperti dagelan ala panggung Srimulat tentang orang dengan banyak kesalahan, “Saya aja sudah lupa soal itu, kok mosok situ masih ingat terus.”
Dagelan itu masih akan terus diulangi setiap kali ada orang menyatakan ingatan buruk ihwal Mulyono. Orang yang ingat justru dianggap sakit ingatan. Amnesia kolektif dianggap mulyana, eh mulia.
¬ Ilustrasi sampul buku dihasilkan oleh kecerdasan artifisial
5 Comments
Mulyono niku sinten?
Tiyang étan lèpèn
Cah etan kali🤣
Bisa jadi Taj Yasin juga berperan penting sebagai penentu kemenangan. Tapi nggak tahu ding, saya mau menerawang dengan kekenyangan dulu dah :D
Memang, dia pendulang suara dari kalangan ponpes